01 December, 2008

MEMORI MASA SMA.

Apa kabar malam. Malam ini Ibangduan kembali hadir bersama kalian dalam pesona Biskal yang mengalun indah oleh suara merdu KAK TISA LESTARI si kutilan gamasi. Pondok Malino jaya adalah tempatku berlindung dari panas dan dingin. Dari sini pula kusapa sahabat-sahabatku, seperti yang ada dalam naskah ini,dan tak lupa pula kepada biskalter gamasi, kru free movie makassar, pendengar biskal dimanapun berada. Sungguh kunanti dering kerinduan itu dinomor ini 085299664969 Bangunkan saya oleh denting melodi seruni yang tertiup dari seruling sang gembala. Nyanyian dingin yang mengalun merdu pastilah membuatku menari dalam palung kerinduanku. Cintaku, mimpiku, anganku, dambaku, selalulah teriring kepada kampung halamanku. Nantikanlah aku sebagai rinduku yang tak pernah pupus. MEMORI MASA SMA. Sore itu entah mengapa hatiku begitu rindu dengan suasana desa. Yach, semilir angin yang sepoi, desah bayu dibalik daun, gemericik air disela batuan, aroma rumput ilalang, aroma hutan basah, ceria anak-anak disungai, suara embek kambing, cicit ayam, dan semuanya. Semua itu kembali dibenakku ketika kusendiri duduk termenung ditaman tua ini. Sore itu, sinar emas sang surya menyapa hamparan rumput hijau. Kurasakan hangat tembaga itu melantunku dalam mimpi-mimpi nirwana. Rasa kantuk menggantung dipelupuk mataku. Rasanya begitu damai. Begitu melenakan. Begitu nyaman. Tak sadar kusandarkan badanku diatas permadani rumput berbantalkan kedua tanganku. Kubiarkan anganku terbang. Kubiarkan mimpiku meremang. Dan akhirnya desa Arabika, desa Balassuka, Manipi menjadi latar sinetron khayal seorang IBANGDUAN. Sungguh indah masa-masa SMA. Kembali kusebut dalam rinduku nama-nama sahabatku. IDA, HERMAN, BETE, OBET, SATA, NUNUK, KUCHNET, MURNI, RAMANG dan banyak nama lagi. Apa kabar kalian semua?, begitu banyak kisah-kisah konyol saat bersama itu. Sedih, bahagia, yang membuatku ingat dengan kalian. Duhai sahabat-sahabatku. Dimanakah kalian kini?, saya teramat rindu kalian. Masihkah ada disinjai barat? Dikabupaten Gowa? Atau sudah jauh di daerah rantau. Betapa bahagianya kurasa jika biskal IBANGDUAN ini bisa kalian dengar. Mungkin dengan cara ini kita bisa kembali reuni. Kembali ingat kenangan manis bersama itu. Masihkah kalian ingat sewaktu kita masih siswa baru di SMA dulu. Masa orientasi sekolah adalah kenangan yang paling abadi. Saat itu, kita selalu bangun sebelum bedug subuh ditabuh orang. Kita shalat diperjalanan. Jarak rumah kita kesekolah amatlah jauh. Jarak 10 km mesti kita tempuh dengan berjalan kaki. Naik turun lembah meenyeberangi sungai, hutan-hutan kecil, subuh-subuh kita sudah sarapan menggunakan pelita minyak tanah. Duh,……. Perjalanan subuhpun dimulai. Masih segar dalam ingatanku sewaktu kita memotong kompas. Meski dada kita bergemuruh dan takut oleh keangkeran tempat itu. Disubuh buta kala itu. Perjuangan kita memang luar biasa sahabat. Lebatnya hutan, setapak yang menurun, gelap membuat jalan setapak itu nyaris tak terlihat. Kita menyusuri jalan dengan merangkak. Kepala tepat didepan dan kaki teman dibelakang kita menjadi tanda kalau kita tetap bersama-sama. Betapa leganya setelah lepas dari lembah angker itu. Akhirnya kita sampai disekolah. Kampus kita terpencil nun jauh dilembah. Dikelilingi oleh persawahan jauh dari pemukiman penduduk. Senior telah enunggu kita digerbang sekolah. Yach ampun!!!ternyata kita lupa sesuatu. Ternyata kita lupa kalau hari itu kita musti memakai kumis palsu dari kemiri yang kita bakar. Terpaksa kita ambil jamur hitam yang tumbuh di batok bambu yang lapuk. Gatalnya bukan main. HARIS, OBET, NUNUK, IDA, SATA, MURNI, KUCNET, ALLING dimana kalian sekarang?, masihkah seribu kenangan itupun melekat dimemori kalian?, seperti IBANGDUAN yang selalu mengingatnya. Kapan kita bisa kumpul lagi?, kapan kenangan putih abu-abu kembali menyatu?. Saya rindu kalian semua………………………

PAMIT TAKZIM SANG PECINTA.

Seribu kota telah kujambangi bersama selat yang memisah darat. Ditanah bombay kubersemayam, di negeri atap langit kubersemedi dan bahkan kujambangi negeri matahari terbit, negeri sungai kuning namun semuanya hanya bias yang mengada. Potongan hatiku yang musti kurekat ternyata ada dinegeri mammiri meski kini kuharus siap muram lagi. Meringis karena kecewa yang mendera. PAMIT TAKZIM SANG PECINTA. Gerimis yang kembali jatuh malam ini masih menyisa dingin dan semilir angin yang sepoi. Waktu trus beranjak menuju titik larut sang malam. Malam yang gelap. Malam yang sunyi. Malam yang mendekap detak menjadi simfoni yang gamang. Malam ini, adalah malam ke tujuh kulakukan shalat istiharah. Sengaja kulakukan untuk meminta ilham sebelum kuambil satu keputusan diantara dua tebing yang musti kupilih. Meski sakit,………. Meski tak rela,……….. Meski tak kuat kubulatkan tekadku mengambil keputusan ini. Keputusan yang kuyakini awalnya begitu sakit!!!! Sungguh gegabah. Dan mungkin terlihat bodoh dimatamu. Namun kuharap inilah obat penawar akar racun yang selama ini mengendap dikehidupan yang tak pernah kusadari. Semoga inilah pelita yang akan menjadi obor perjalanan demi hidup kita masing-masing. Kekasih,…….. Dimalam ini dari tempatku menatap tak kumelihat purnama diatas sana. Dimana dia. Apakah kau disana bisa melihat cahayanya. Hanya beberapa bintang yang berkedip lemah lelah menyibak tabir megah hitam yang begitu angkuh menutup tempayang langit itu. Sengaja kunyalakan lilin-lilin putih kuharap kehadirannya bisa menemaniku. Mendengar curahan hatiku. Dan menjadi saksi akan ketulusan hatiku yang sebenarnya. lilin-lilin putih itu tahu siapa saya. Bagaimana saya. Semuanya dia tahu. Kasih,………. Masihkah kau ingat awal dari perjumpaan kita. Kita kenalan melalui dunia maya itu. Kusebutkan siapa diriku yang sebenarnya apa adanya. Tak ada yang kukurangi terlebih kulebih-lebihkan hanya karena ingin mendapat simpatimu. Kupaparkan pula komitmen dan prinsip seorang MISTERALFALELO dalam berkasih sayang dengan orang yang saya puja. Saat itu,kau memenuhi segala syarat itu. Kita kenalan, akrab, dan akhirnya memutuskan mengikat hati sebagai sepasang merpatih putih dikastil angkasa. Tuhan begitu pengasih. Diberikan kepadaku kekasih yang begitu sempurna. Indah hatinya. Indah sikapnya. Dan tentu indah parasnya. Saat itu, saya merasa tlah sempurna sebagai seorang insan. Kudapatkan kembali potongan tulang rusukku yang sengaja diambil untuk kucari kembali. Kaulah wanita yang mampu mencairkan batu beku dihati seorang MISTERALFALEO. Namun,…… Mengapa hujan jatuh ditengah terik yang memanggang. Semilir angin yang sepoi kini murka bagai badai dimusim dingin. Hangat sang surya kini memanggang buas. Ternyata semua surga itu adalah fatamorgana yang memuai tiada sisa untuk seorang MISTERALFALEO. Semuanya mimpi!!! Semuanya kelabu!!! Semuanya palsu!!! Seiring waktu yang terus berlalu, sedikit demi sedikit saya tahu siapa kau yang sebenarnya. tadinya saya ragu dan berharap apa yang kutahu itu adalah salah. Namun keyakinan akhirnya bersamaku kalau itulah kau yang sebenarnya. Sejak itulah, sedikit demi sedikit saya menarik diri dari kehidupanmu. Saya mundur kekasih. Saya mundur dari komitmen yang pernah kita rajut dulu. Ternyata kita beda. Teramat berbeda. Saya baru tahu. Ternyata………….kau bukan permata yang kucari. Kau anak berada. Putri tunggal seorang ternama dikota ini. Sungguh beda dengan kehidupanku. Saya mundur kekasih. Mundur. Biarlah perkenalan kita ini kita antar kebatas sahabat saja. Yach, sahabat saja. Saya tahu. Kau begitu baik. Maafkan saya kasih. Tak mungkin timun bisa tegar disamping duren yang berduri.

01 November, 2008

LONTARA SI INSAN 1000 NAMA

Tadinya kupikir dengan datangnya basah kabut dukaku bisalah segera pergi. Mataku tak lagi kelam oleh paparan terik yang begitu silau. Meresaplah wahai air gangga pembawa warta diatas retak-retak gurun goby jiwaku yang sekian lama kerontang terpanggang musim abadi. Jangan hapus jejakku dari peta sejarah kehidupan ini. Kini kusadar tak selamanya hitam adalah duka dan putih melulu suci.

Kusapa kalian wahai para nama tak musti kurapal dengan kata-kata basi. Cukup bahasa angin ini yang menjiwa menjadi rafal-rafal awan cintaku pada tetes kasih buat kalian semua. Inilah Insan 1000 Nama dalam naskah………..

LONTARA’ SI INSAN 1000 NAMA.

Mataku terpasung terpaku menatap tanganku yang masih basah. Basah oleh sisa air yang terus menetes di tanganku. Tetes air yang memerah lirih menyisakan beku yang dingin di tulang tangan ini. Terbayang kenangan masa lalu ditelapak tangan ini. Semuanya menjadi rona yang mewarna merah jingga kehidupan yang musti kuperankan dalam pentas kehidupan mayapada ini.

Ada beribu rasa yang meronta pelangi disana. Kadang ku didekap kekalutan, kadang kuhanyut dalam arus kegamanganku. Saya berada dalam kekosongan. Sesekal i ku dibelit gejolak yang terasa lirih ibarat riak-riak air ditelaga abadi. Bergerak sesaat lalu hilang ditepi telaga biru.

Ingin rasanya aku terbang bagai burung di angkasa sana. Mengepakkan sayap-sayapku yang kokoh dan tangguh. Menjelajah langit dan menatap mayapada dari puncak bukit yang tinggi. Tanpa takut diriku tercebur dalam dinginnya palung samudra. Hinggap dipohon tinggi nan kokoh lalu kembali menjelajah rangkai angkasa luas membentang itu. Tak jarang kubayangkan pula diriku satu diantara sekawanan lumba-lumba yang mengarungi luasnya bentang samudra. Berenang menjelalah fasifik dan menyelam jauh hingga kelautan atlantikk sana. Bebas …..damai…..tanpa terbatas oleh ketakutan dan kekangan.

Itulah hasratku. Itulah mimpiku. Itulah desire seorang insan 1000 nama. Itulah alur yang ingin kualiri karena diriku adalah air. Dengan airlah bisa kujelajahi ketinggian, ngarai, tebing dan muara dibibir pantai. Kusapa semua tanpa sekat pembatas dan pembeda. Tanpa melihat siapa dia. Bagaimana dia. Dimana dia. Kukasih segalanya dengan penuh sayang karena cinta adalah anugrah yang universal.

Telah kudengar 1000 kisah dari sekelilingku. Kisah yang membuatku miris. Kisah yang menggugah kepedulianku. Kisah yang membuatku larut didalamnya.

Tapi sayang……….

Diriku masihlah pucuk hijau yang belum mekar sempurna.

29 October, 2008

SETIRE sang DESIRE

Bukan karena lupa diriku tak menyebut nama orang-orang yang mustinya kusapa sebagai pengawal rangkai kataku ini. Namun, mungkin dengan menoreh luka dan tanya bahkan amarah dihati kalian diriku bisa merasa nyaman dalam kesempurnaan deritaku. Jangan tanya…… Jangan cari…… Jangan datang….. Biarkan jiwaku larut dalam suri panjang ini. SETIRE SANG DESIRE Malam ini sengaja jiwaku kulepas bebas berkelana tanpa di kungkung raga yang telah rapuh ini. Ingin kugapai bintang itu mesti tanganku hanyalah……imajiku. Ingin kujejaki tanah, pasir, dan lumpur itu tanpa sepasang kaki ini karena kakiku hanyalah…..hasratku. ingin kupeluk angin, ingin bulan dan matahari. Ingin kudengar nyanyian ombak meski tanpa indraku. Hanyalah….mimpi. Yach…….sekarang aku bermain dialam yang serba tak pasti bagiku. Serba tak mungkin dan semuanya membuatku resah dan larut dalam rona kelam kehidupanku. Semuanya serba mimpi untuk sebuah mukjizat yang pasti tak pernah datang. Kepada kalian, izinkan saya bercengkeramah bersama kesendirianku. Biarkan kunikmati sisa-sisa keramaian yang sebentar lagi berlalu dari kehidupanku yang mungkin akan terasa pahit untuk kukenang. Yach mungkin. Saya tak yakin ingatan itu masih ada pada diriku nanti. Biarkan pula saya tersenyum dalam tangis luka diamku biar kutahu betapa indahnya masa lalu, betapa kurindukan warna-warni pita bianglala yang kini menjadi pita pekat yang menghitam. Ragaku tlah mati. Tubuh ini, tangan ini, kaki ini hanyalah seonggok daging dan tulang yang sudah kehilangan jiwanya. Jiwa!!! Jiwa!! Semua itu hanyalah sebuah penampakan dari kenangan masa laluku. Semuanya kini tlah diambil oleh yang empunya meski semua itu masihlah kubutuhkan. Sangat-sangat kubutuhkan. Kulihat genangan air mata kering dari mata orang yang mencintaku sepenuh hati. Tetes-tetes bening yang bisa kurasakan hangat membelai pori kulit yang sekering doa-doa yang selalu terbaca. Kurasakan galau dihati itu semua meski tak kulihat lagi dengan mata kepala ini, tak kudengar lagi dengan sepasang telinga ini dan tak tersentuh rasa oleh jemariku ini. Hanya khayalan dan imajiku. Hanya sisa-sisa imajiku. Entahlah. Hanya ini yang masih tersisa untuk kunikmati di sisa-sisa hidupku ini. Tuhan……….. Tak bisakah kucicipi lagi indahnya matahariku kala akan tenggelam diufuk barat. Masihlah boleh kurasakan indahnya bermandi cahya purnama dikala malam. Masihkah bisa kudengar bisik ceria sang ombak yang selalu memecah pantaiMu. Tak bisakah???tak bisakah??? Meski hanya sedikit kuteguk arti kesembuhanku.

RENUNGAN SI ENTOL AGAPE

Kulempar senyum lirihku kepada pembawa nama pondok malino, Abdullah di stikper gunung sari dan kepada seluruh pendengar biskal gamasi yang kuharap tak muncul sebagai hakim tanpa jiwa yang akan menvonisku salah. Biarkan dibalik kabut misteri ini kusapa nama-nama kalian. Eri dijalan barombong desa Kanjilo, Yuli si putri Tanete Lambere yang kini di Sungguminasa, Bagonk di UT Malakaji, Akram atau Thalib si putra malino yang kini di Barondasi Maros, Erna di pulau, dan lady di kandea 3. RENUNGAN SI ENTOL AGAPE Sengaja kupilih malam ini untuk kembali bersahabat dengan kesendirian yang kerap menemaniku. Tanpa suara, tanpa keributan kurasakan betapa damainya hidup ini. Disinilah dapat kudengar detup jantungku memompa darah, gerak nadiku seirama dengan nafasku dan bahkan jeritan hatiku yang selama ini kadang diam dalam gagunya. Telah lama hati ini larut dalam pergolakan bathin yang kian berkecamuk. Antara dua rasa itu diriku kembali bimbang. Ada dua warna yang selalu berperang berusaha tampil sebagai pemeran diriku dan merebut predikat sebagai pembawa espresi seorang ENTOL AGAPE. Dua warna yang tak bisa terbaca apakah dia hitam atau putih. Dua rasa yang tak terkecap apakah manis atau pahit. Yach, rangkai aksara tak cukup mampu untuk membahasakannya. Hanya di dadaku semua itu bisa kurasakan. Namun sulit kumengerti sampai saat ini. Kalau kehidupan yang musti dilalui ibarat rell yang membentang, apakah alur yang kujalani ini adalah alur yang salah. Real yang menjauh atau bahkan rel yang patah. Ada awal pastilah ada akhir. Kalau kelahiran kuanggap sebagai awal perjalanan hidup ini maka mautlah sebagai titik nadir dari perjalanan itu. Kata orang bijak, hati itu tak pernah bohong. Hati itu suci. Hati itu terjaga. Dan orang bijak itu pula yang berkata bahwa bisikan kalbu adalah Nur Ilahi yang sengaja dititipkan kepada seorang insan. Disinilah perang bathin itu yang dirasakan oleh sosok seperti si ENTOL AGAPE ini. Bimbang diantara perasaan bersalah dan merasa benar, lelah antara kekuatan dan kerapuhan, dan beranjak dari tawa dan tangis. Bilakah memang jalanku adalah salah. Apakah tersesat adalah takdir yang musti kupetik. Apakah kata hilang akan menjadi takdir yang musti kubawa sampai ajalku tiba nanti. Aku tak tahu. Aku tak tahu Aku percaya rona putih adalah bauran segala warna dengan komposisi yang seimbang. Bukan karena merah semata ataupun warna yang lain.

09 October, 2008

KECUPAN BIDADARI

Diantara 1000 pangeran pasti ada satu yang tetap berhati sahaya. Tak lena dengan predikatnya yang begitu tinggi namun merasa kalau itu semua adalah amanah. Inilah MISTERALFALEO yang ingin bernyanyi meski serak selalu menemani.

KECUPAN BIDADARI

Kubiarkan angin pantai losari membelai wajah ini. Membawa aroma laut, membawa kembali angan-angan yang sekian lama kupendam dalam memoriku. Kembali kurasakan hatiku terasa kosong. Entah karena apa. Kegamangan itu tiba-tiba hadir dalam hidupku. Menemani diriku tak kuasa untuk kuhindari. Rasa gamang yang tak kutahu hadir karena apa dan mengapa. Apakah ada laku perbuatanku yang salah?!, apakah ada sikapku, ucapan-ucapanku yang kulakukan tanpa kusadari hingga rasa gamang inilah yang mesti kurasakan.

Harus jujur kuakui, dalam perjalanan cintaku ini saya bukanlah orang yang sukses. Saya penah jatuh. Saya pernah terpuruk. Saya pernah gagal. Yang semua itu terjadi dengan penyebab yang beraneka ragam. Entah karena kebodohanku sendiri atau sikap egois dari orang lain. Ternyata sakit karena kegagalan itu teramat menohok ulu hati kita. Membeku bagai borok yang sulit untuk sembuh oleh obat manapun juga. Pantaslah bila pujangga cinta berkata andai dia tahu sakitnya terluka karena cinta maka dia tak akan mulai sejak semula.

Apa benar…..kalau semua wanita berfikir kalau laki-laki itu buaya. Laki-laki itu pecundang. Sosok yang tak bisa dipercaya. Kepercayaan itu tak bisa kubantah sendiri. Namun menurutku tak semua laki-laki itu seperti itu. Pikiran buruk yang lama berselaput itulah yang justru membutakan mata kalian untuk melihat secara jeli. MISTERALFALEO memiliki prinsip yang mungkin beda dengan orang lain. Bagiku, sebuah hubungan tak terbatas hanya dengan janji-janji manis, hanya dengan perhatian semu, hanya dengan belai gairah belaka. Cinta adalah tanggung jawab. Cinta adalah pengorbanan. Dan cinta adalah sebuah komitmen.

Saya pernah gagal. Dan saya ingin belajar dari kegagalan itu. Banyak kesalahan yang musti kuperbaiki. Kesalahan terbesarku kala itu adalah perasaan dewasa untuk menjalin kasih ternyata saya masihlah begitu rapuh. Kuanggap umur adalah factor yang utama,kuangggap fisik adalah penentu yang utama, dan kuanggap kontak hati adalah hal yang utama. Namun ternyata saya lupa. Hati, kesiapan, kedewasaan, sikap, dan keyakinan untuk menerima kegagalan tak kumiliki kala itu. Dipandangan mataku jalan yang akan saya lalui terbentang luas tanpa aral yang melintang. Ternyata tantangan, aral, selalu ada menjadi warna pelangi yang gelap.

Kami berpisah. Orang yang kusayang, orang yang kucinta penuh hati, orang yang kuimpikan menjadi pendamping hidupku, lebih memilih bersama orang lain. Aku kalah. Aku gugur. Aku hanyut di arus kecewa ketegaran sebagai seorang laki-laki. Kala itu tak ubahnya diriku adalah ranting patah yang telah gugur. Tak kuasa kuredam gemuruh dadaku. Getar gelombang yang mengalun sengit mengalir dalam nadi darahku. Saya ingin marah!!!, saya ingin berontak!!!, dan rasanya ingin kupenjarakan orang-orang yang telah membuatku marah.

Namun kini aku sadari. Ternyata sayalah yang salah. Saya yang bodoh. Saya yang pongah. Sayalah yang belum siap untuk bersua dengan kegagalan.

Dan ini adalah lembaran kedua. Belajar dari pengalaman pertama alangkah bijaknya kalau kita mencintai tak berlebih. Membenci juga tak berlebih. Saya harus belajar damai dengan kegagalanku, damai dengan ketakutan-ketakutanku dan harus selalu siap untuk kecewa.

25 August, 2008

RAPUHNYA SANG RAGA

Ingin kujelajahi buih di atas samudra. Biarkan diriku mengalir bersama tiupan angin yang terus menjelajah menyusuri kutub dan kutub.

Andai boleh izinkan lelah dalam laku semediku.

Karena doa,………….

karena jerit……………………

dan karena berontak tak sekali kulakonkan dalam meronakan epresi jiwaku

RAPUHNYA SANG RAGA

Malam itu, alunan instrumen bisikan kalbu gamasi baru saja berlalu. Denting melodi itu masih sayup-sayup kudengar. Diriku duduk terpaku tak kuasa beranjak dari pembaringanku.

Aku tertegun…………..

Aku terkesimah. ………..

Aku tersadar dari belit labirin senyapku. Ramuan kata, coretan kisah, curahan hati, keluh kesah, cerita-cerita sendu beberapa nama begitu membekas dibatinku. Aku tergagu. Aku terdiam. Tak ubahnya kakiku terpasung oleh kekuatan yang tak bisa kulihat mata. Kisah-kisah yang tergambar di naskah itu pernah kulakonkan, pernah kurasakan dan bahkan saat ini pernah kualami. Saat kusimak semua itu aku merasakan diriku kembali menjadi pemeran dalam kisah itu. Aku mengalir di dalamnya. Aku hanyut bersama arus yang tercipta. Disanalah kudapatkan inspirasiku. Kudapatkan kembali pelitaku yang selama ini padam tak bisa kunyalakan. Kudapatkan jalan dari kebuntuan yang selama ini menyumbat jiwaku, menghambat kemenanganku dimana diriku hanya bisa berdiri bisu di dua arah yang berbeda. Aku tak tahu dimana arah dan tujuan yang musti kutapaki.

Kembali jemari-jemari kaku ini ingin mencoretkan kata yang ingin kurangkai dari barisan aksara yang hilang. Sudah lama aku ingin membagi beban ini, menghilangkan noda yang mengotor, menyingkap tabir yang menghalang, membuang sumpek dihati ini. Aku ingin menghilangkan semua itu melalui bisikan kalbu gamasi ini.

Aku percaya. Aku yakin. Mereka-mereka tidak bohong. Mereka-mereka adalah orang yang jujur dalam mengungkap bahasa kalbunya. Mereka berkata kalau beban mereka terasa ringan setelah ditumpahkan disini. Aku ingin coba. Dan aku percaya itu benar.

Kak tisa……..

Kalau kakak masih ingat aku, ini adalah pertemuan kita yang kedua.

Desire datang lagi.

Desire muncul lagi

Aku bangun dari tidur panjangku. Tidur yang tadinya kuanggap mampu membuatku nyaman dalam hidupku. Ternyata tidak. Aku tak nyenyak. Aku tak damai. Aku suri dalam tidurku

Aku sadar.

Aku tahu

Kedatanganku kali ini hanya membawa kado keluh kesah. Bingkisan kesusahan seorang jiwa yang merasa sendiri. Aku kembali muncul hanya mengabarkan seribu masalah. Maafkan aku Kak. Aku terpaksa menggunakan suara kak Tisa lagi hanya untuk membahasakan derita hidup ini. Cobaan hidup ini. Kesusahan hidup ini yang mustinya tak musti kubagi kepada orang lain. Terlebih kepada kak Tisa. Apalagi……..kak tisa bukan siapa-siapa saya. Kita tak lahir dari rahim ibu yang sama. Kita tak datang dari rumpun yang sama. Akankah jalinan batin antara kak Tisa dengan saya bisa selaras tanpa adanya titik penemu. Yach, ketemupun tidak. Tapi entahlah. Desah dari lembah hati seorang desire berbisik kalau kak tisa adalah dewi yang bisa membantuku. Beban berat ini bisa kubagikan. Meski hanya melalui nada-nada bianglala sang biskal.

Kak Tisa……..

Sebenarnya desire ingin merangkai kata ini dengan jalinan aksara yang rapi dan mudah dibaca. Sangat-sangat ingin. Tapi inilah sumber masalahku. Otakku sudah lelah memerintahkan tangan ini agar benar menuliskan kata. Tapi tangan ini sangat susah diatur. Dia bergerak, dia begetar diluar kendaliku. Aku telah berusaha semampuku. Semakin kupaksakan gerak tangan itu makin terasa. Tak jarang jemariku kaku untuk sesaat. Aku tak habis fikir ada apa dengan tangan ini. Sampai saat ini belum kudapatkan jawab yang pasti akan rahasia dibalik semua ini. Tapi instingku berkata kalau ini adalah……..penyakit!!!

Kak tisa………

Dulu tulisanku tak seburuk ini. Kak tisa bisa lihat buku-buku tulisku saat SD dulu, SMP, dan SMA. Sungguh jauh berbeda dengan yang ada didepan mataku sekarang. Aku normal. Aku bukan orang yang baru belajar memegang pena dan kertas. Keluhan ini mulai kurasakan 5 tahun yang lalu. Aku tak merasa sakit. Aku sehat. Aku tak pernah sakit apa-apa. Inilah yang membuatku bingung. Ada apa dengan saya?

Rasa takut, rasa gundah memaksaku untuk terus mencari tahu. Kucari dibuku-buku, kujambangi perpustakaan dan bahkan kucari di internet. Kira-kira penyakit apa yang bersarang ditubuhku ini. Mengapa sepasang tangan ini seakan-akan bukan milikku lagi. Dia tak dibawah koordinasi otakku. Dia ada tetapi tak ada!!!

Aku takut kak. Ketakutan itulah yang membuatku tersiksa. Aku bermain dengan baying-bayang kelam yang kucipta sendiri.

Aku takut.

Aku takut.

Aku takut

18 August, 2008

MANTRA TERATAI SANG NIRWANA

Kubiarkan raga yang tinggal sepah ini kuyuh tersiram hujan, dibelai angin yang terus membadai bersama alam sunyi yang terpekur pasrah ditelan gelap yang memayung di atas tempayang langit.

Kurasakan gejolak jiwa ini ibarat guruh yang terus membahana diatas sana. Amarah ini…….emosi ini……. Entah ingin kutumpahkan kepada siapa. Aku muak!!!. Aku lelah!!!. Dan aku jenuh. Saya tak bisa hanya diam dan diam dikala kalian silih berganti datang kepadaku hanya untuk menebar pesona dan rayu. Cukuplah kuncup bunga hatiku yang dulu gugur bersimpuh dalam peluk bumi sebagai tanda layunya hati seorang nirwana yang kalah karena cinta yang biru. Kalian telah membuatku lena dalam mimpi yang terus membekapku. Membuatku tertidur dalam singgasana kelam yang tadinya kuharap sebagai rangkai pesona bianglala yang begitu indah.

Jangan samakan saya seperti yang lain. Hanya dengan sejumput rayu kau ingin menguburku dalam kubangan yang kau cipta. Saya tak akan lekang oleh godaan kilau emas permata yang sengaja kau asah dari batu yang hitam. Hanya untuk memukau seorang nirwana. Nirwana bukan sosok seperti itu.

Inilah kekuatan dari raga yang selalu terlecehkan. Ini berontakku. Ini geliatku. Ini amarah yang selama ini hanya suri dalam kepasrahan yang sengaja kubekam sekian lama. Jangan kau coba lagi menyulut amarahku kalau kau tak ingin bara api ini berkobar memanggangmu. Sungguh. Selama ini saya diam, saya mengalir lemah nyaris tiada deru dan sengau. Namun bila saatnya tiba sayapun akan menjelma menjadi bah yang akan menghanyutkanmu ke batas samudra yang mungkin tak pernah kalian bayangkan.

Kutanya kalian!!!!

Kalian yang merasa kulukai. Kapan kutikamkan belati candu seperti yang kalian tuduhkan?!dimana luka dan borok sebagai bekas dan saksi semuanya. Dimana darahnya mengalir. Tunjukkan didepan mataku!!!. Jangan hanya lantang berteriak kala telingahku lelap dalam semedinya!!!!

Kutanya kalian!!!!

Kapan dan dima mulut ini pernah menguntai aksara, mengukir rayu, menyebar racun pesona berbalut amarah. Siapa diantara kalian yang terpikat tanpa sadar pada genangan hitam yang saya tebar. Siapa?mengapa kalian hanya tertunduk tanpa merani menatapku. Mana sorot mata elang yang kalian selalu banggakan itu.ayoo!!! tatap sorot mataku. Lihat bara amarah yang tak pernah merah kini siap menantang kalian.

Kalian………………..

Tanya mata kalian.

Tanya telingah kalian.

Tanya indra kalian.

Tanya hati nurani kalian.

Kapan dan dimana seorang Nirwana menjadi racun dalam hidup dan kehidupan kalian

Kapan?!

Dimana?!

Jangan kalian menjadi sosok munafik yang selalu bangga dengan kebodohan dan keangkuhan yang tak musti kalian kekalkan itu.

02 July, 2008

BISIK SANG GURU

Assalamu alaikum wr.wb . Dengan hati suci, dengan niat tulus kusapa saudaraku yang ada di pondok malino jalan mamoa 5 lr.1 no.6c. Kekasih abadiku di desa Balassuka, desa ARABIKA, SMP 1 ARABIKA, SMU 1 SINJAI BARAT, Matematika UNM, kru harian redaksi harian fajar, kru BMG Makassar, perikanan UMI, Pungga, Abdul Di Stikper Gunung Sari, Eri Dijalan Barombong Desa Kanjilo, Yuli Si Putri Tanete Lambere, Sari Ian Kapucino, Bagonk Si Putra Malakaji, Ardi Si Putra Masamba, Rasyi Si Pengelana, Akram/ Talib Dibarondasi Depan Kompleks Peternakan, Harun Di Panakkukang, Angga Di Aspol Alaudin, Yayat, Sisik Di Universitas 45, Dian Dijalan Pasar Ikan, Kasmi, Nisa, Ifan, Titi, Erna, Fina, Firda, Dan Lady Dikandea 3 Nomor 11 A.
Ilahi rabbi….. Buka sepasang mataku untuk melihat 1000 cinta yang bersemi. Sadarkan diriku bahwa kasih saying adalah bagian dari tahtaMu. Jadikanlah sosokku sebagai jiwa-jiwa yang selalu belajar Meskipun diriku hanya bisa merangkak dan terpuruk.
Kembali kuhaturkan ungkapan rasa syukurku kepada engkau ya Allah, wahai dzat yang maha suci. Engkau melimpahkan karunia yang begitu besar, begitu luar biasa yang mungkin tak semua orang engkau titipi. Karunia yang kadang terlihat hitam, kadang terpendam buyar oleh jiwa-jiwa kerdil sepertiku. Ungkapan rasa yang tak cukup kubuktikan hanya dengan lontaran rasa syukur, hanya dengan tetes mata di atas sajadah biru, dan hanya isak kering yang berusaha larut dalam senyap malam. Wahai dzat yang maha suci, wahai dzat yang maha adil, engkau mencipta mahklukmu begitu sempurna. Begitu indah dengan segala keunikannya. Dari semua itu sungguh suatu jiwa yang kerdil bila tak belajar dari semuanya. Seperti firmanMu dimana perintah belajar adalah perintahmu yang pertama kepada umat manusia sepertiku. Belajar melalui mata, belajar melalui telinga, belajar melalui hidup yang dilengkapi dengan akal yang di sempurnakan dengan hati dan kalbu. Sungguh, saya ingin belajar pada mahluk itu, mahluk yang terlihat lemah, mahluk yang terlihat jarang dipuja, karena bagiku belajar tak musti di depan kelas belaka. Wahai dzat yang bertahta di atas Arsy!! Seperti kebiasaanku, tiduran sambil menatap langit-langit kamar sebelum kantuk membelai. Tak sengaja mataku melihat seekor Cicak. Makhluk melataMu yang tak punya sayap, yang tak punya tangan. Sementara Engkau memberinya takdir mencari makan dengan memangsa makhluk yang bersayap. Adilkah ini?! Apakah ini bukan takdir yang terbalik?! Mungkinkah mahluk itu bisa hidup? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang bermain di kepala ini. Aku selalu larut dalam skenario yang kucipta. Aku kagum. Alu salut. Ternyata tuhan mencipta dengan pertimbangan yang begitu matang. Cicak itu begitu sabar menunggu mangsanya. Malam itu aku bisa melihat bahwa semuanya punya alur, semuanya punya hidup. Dan aku tersipu malu. Terlebih saat sepasang mataku bertatap dengan mata kecil mahluk itu. Sorot mata itu seakan berkata,” wahai manusia. Wahai mahluk yang terpilih. Lihat aku. Lihat bangsaku. Lihat kaumku. Kami tak punya sayap untuk terbang. Kami hanya bisa melekat di dinding ini. Kami harus menyambung hidup dari mahluk yang bersayap itu. Kamu?! Kamu serba sempurna namun tak jarang tetap mengeluh juga” Ah,…….. Mukaku merah padam. Rasanya aku di tampar oleh tangan yang teramat kuat. Sungguh diriku malu. Harus kuakui, engkau telah menjadi guruku wahai Cicak. Kau membuka mataku, kau membuka hatiku yang selama ini hanya melek namun buta dalam memaknai. Ya allah ya tuhan. Akupun belajar pada ikanMu. Mereka melintasi samudra, berenang tiada henti dan jenuh. Engkaupun menciptakan burung-burung sebagai penguasa udara. Engkaupun menciptakan ayam yang mengajariku arti kasih-sayang. Masyaallah!!! Ayam itu tak pernah lelah mengais tanah mencari keping-keping bijian dan anak cacing untuk dirinya dan anak-anaknya. Selama ini aku selalu menatap pongah pada dunia. Angkuh pada posisiku dan sombong pada jati diriku. Predikat sebagai mahkluk yang paling mulia telah membutakan mataku. Membutakan mata hatiku sehingga tak bisa melihat dan menatap entah karena gelap ataukah karena silau yang teramat terang. Betapa suci engkau ya allah. Engkau memberi kami karunia yang begitu besar yang tak engkau berikan pada mahluk yang lain. Bahkan kepada malaikatmu yang suci dari noda dan dosa itu. Sudah seharusnya arti kasih sayang, arti seorang pemimpin, dan pengawal kedamaian lahir dari tangan kami. Engkau memberi kami sepasang tangan. Apakah karena itu kami pula yang menjadi sumber bencana itu? Entahlah. Ya allah ya tuhan. Rangkai doa dan puja tak musti kulantunkan diatas alas shalatku. Ungkapan ampunan tak perlu terangkai oleh aksara. Bahasa kalbu antara hamba dan pencipta teramat luas. Engkau maha tahu. Engkau maha mendengar

07 June, 2008

BIARKAN KAMI BAHAGIA

Biskal gamasi 105, 9 fm. Makassar, 13 februari 2008 Ada yang bilang apalah arti sebuah nama. Tapi bagiku, nama adalah pembeda antara aku dengan kamu. Antara kita dengan mereka. Bahkan antara yang hak dengan yang bathil. Namaku MISTER ALFA LEO. Sejak pertama kali aku menginjakkan kakiku ditanah angin mammiri maka PONDOK MALINO JAYA dijalan mamoa 5 lorong 1 nomor 6C menjadi gubuk deritaku. Kuulurkan ucapan assalamu alaikum kepada nama-nama ini. Murni muchtar di UIN, Mucnhiar kimia UNM, Eky inggris UNM, Asmi PGSD Unismuh, Ayu fisika UNM, Mila inggris UIN, Abdullah Stikper gunung sari, Sifa, Muli, Mpubetafirgo, Amirullah perikanan UMI, Matematika UNM, UKM Maphan UNM, hipma Gowa, Smp Arabika, Smu Manipi, ibu pertiwiku desa Balassuka kecamatan Tombolo pao Kabupaten Gowa. Salam pamungkas kukirimkan kepada kru radio Gamasi, kru harian Fajar digraha pena, dan semua pendengar biskal gamasi. Salam kenal dari saya. Kita tercipta karena cinta! Kita terlahir juga karena cinta! Kita hidup juga larena cinta! Bahkan……….. Kita matipun juga karena cinta! Pujangga tak tahu apa itu cinta. Kuharap cinta itu tetap berkilau dihati kita meskipun dalam rupa yang lain. Bahkan benci itu perlu jika karena cinta. BIARKAN KAMI BAHAGIA. Sepertinya baru kemarin kau mencipta luka dihatiku. Luka yang menggores dalam dan mengendap abadi di dalam dada ini. Kekecewaan yang meluka. Keresahan yang gelisah. Duka yang memborok. Hati yang berdarah. Semuanya terungkap mengubah bias menjadi fakta. Sungguh berat. Amatlah berat. Ketika pertama kali kita mesti belajar menyadari! Sungguh berat. Amatlah berat. Ketika untuk pertama kali kita harus mengakui kalau kita……………………………kalah!!!. Dan sempurna sudah semuanya ketika dengan ketegaran yang rapuh, ketegaran yang palsu, ketegaran yang kubuat-buat harus mengaku kalah dari pria banyuwangi itu. Kini, kita berpisah seperti maumu. Seperti keinginanmu. Komitmen yang pernah kita lakoni harus buyar sebelum janur kuning itu jadi penyaksi kita. Dalam perjalanan itu, kita meski berpisah dengan jalur yang berbeda. Ibarat air yang diserap oleh sebatang pohon. Mulanya kita sejalan seiring didalam pembuluh kayu itu. Lalu kita bertemu dengan cabang pertama, kita berpisah. Semakin jauh pada ranting dan dahan akhirnya mencapai daun yang berbeda. Tak mungkin kembali nyatu.. Itu adalah masa lalu. Kau kini tlah bahagia dengannya. Tak sekalipun kau ingin membagi berita bahagia itu kepada diriku. Tak ada sepucuk surat, tak ada email, tak ada sms apalagi telpon darimu. Komunikasi diantara kita benar-benar putus sudah. Yach, talisilaturrahmi itu pupus karena ego yang membelit kita. Kadang, sikap acuh itu kerap muncul dibenakku. Untuk apa pula aku memikirkan dirimu lagi. Kau bukan siapa-siapa bagiku. Kau hanyalah masa laluku. Kau pergi hanya menyisa sakit dihati ini. Semua kenangan manis itu kini tertutup kabut kecewa. Aku ingin melupakanmu. Menghapus jejak-jejakmu dari lembaran hidupku. Dan aku tak ingin sisa-sisa sejarahmu menodai perjalanan kehidupanku lagi. Waktu terus bergulir. Siang dan malam jadi piranti. Tahun berganti, kini kita menjejak ditahun 2008 dibulan valentine. Luka lama itu tlah kuanggap sembuh. Perlahan namun pasti kucoba membuka pintu hati lagi. Yach, aku ingin kembali ke taman bunga dimana seribu kembang kini bermekaran. Disini tak ada musim dingin, tak ada musim panas, terlebih musim gugur. Hanya musim semi yang kuharap abadi seperti es abadi dipuncak jayawijaya papua. Semuanya bersemi melempar jangkar pesona mencoba menarik hati sang kumbang. Termasuk diriku. Kucoba mendekati sekuntum bunga. Warnanya merah. Mahkotanya berseri. Kelopaknya mekar sempurna. Ternyata dia mawar denga duri-durinya. Semerbak wangi sesekali kutangkap terbawa semilir angin. Ingin kupetik dia. Ingin kuraih dia. Aku ingin menikmati pesonanya biar kumbang lain tak datang menggodanya. Namun, disana sekuntum melatipun begitu indah. Aku ingin membuat ronceng dari bunga-bunga putih itu. Dan aku tahu. Wanginya tak kalah dengan mawar merah itu. Begitu pula dengan dahlia. Begitu pula dengan bogenvil, anggrek, bunga tanjung dan banyak bunga-bunga lagi dengan pesona masing-masing. Kini……..aku telah memilih! Dia baik. Dia sederhana. Dia cantik. Dia lembut. Dan pasti dia ikhlas menerima diriku apa adanya. Diapun tahu kelamnya masa laluku. Dia tahu kesedihanku. Dia tahu dendamku. Dia……….dia padu dalam jiwa dan raga. Belakangan baru aku tahu. Ternyata dia sahabatmu. Semuanya aku tak tahu sebelumnya. Namun satu yang pasti aku sangat menyayanginya. Aku mencintainya. Rasa cinta yang kerap kusmebahkan kepada orang yang kusayangi. Kau salah!!!! Kau salah!!! Kau salah!!! Tuduhanmu tidak beralasan. Aku mencintai dia bukan karena pelarian. Bukan sekedar dermaga peristirahatan. Bukan pula sebagai pelampiasan rasa kecewaku kepadamu. Sungguh, tak pernah terbersit dalam benakku menjadikan hubungan kami sebagai ajang balas dendam seperti yang kau tuduhkan. Aku kecewa kepadamu. Aku kecewa pada sikapmu. Setelah dulu kau tinggalkan aku karang dilaut ini dan berlayar dengan pria lain, kau malah datang menyebar fitnah yang kejam. Aku tak pernah merusak kebahagianmu. Aku tak pernah mengganggu kebahagainmu. Mengapa benih pahit ini kau tega tebarkan kepada kami. Restuilah kami berdua. Jangan ganggu kehidupan kami. Cukup sekali cinta banyuwangi-makassar merusak cintaku. Jangan lagi terulang ada cinta Banyuwangi-Makassar merampas cinta Balassuka- Engrekang. Diujung goresan ini, aku ingin berkata. Di atas puncak bulu’lohe akan kutiup sangkakala cintaku. Biarkan angin membawa getar cinta itu sampai di atas puncak latimojong. Akan ku utus burung pengelana mengantarkan untai-untai cintaku kepada belahan jiwaku nun jauh di engrekang sana. Yakinlah. Gelombang cintaku tiada sanggup menghalau ganasnya ombak dilautan hindia. Gelombang cinta itu tak akan mengganggu frekuensi cinta kalian berdua. Biarkan aku bahagian……….bersama sahabatmu!!!! Nb: Kapan nih radio gamasi menfasilitasi kami para biskalter untuk menjalin keakraban bukan hanya diudara.terimakasih

NYANYIAN KEGETIRANKU

Selalu ku ucap selamat pagi buat semuanya. Dengan harapan, semangat dan jiwa kita selalu bersinar seperti hakekat pagi hari. Lama tak bersua, kini kudatang lagi menyapa seluruh pendengar biskal gamasi 105,9 Fm. Semoga kak Tisa Lestari tidak merasa jenuh mendengar bisikku, mendengar celotehku, dan mendengar mimpi-mimpi seorang IRWANJAFAR si insan seribu nama. Pondok Malino Jaya di jalan Mamoa 5 lorong 1 nomor 6C selalu setia menjadi tempatku bernaung dikala hujan dan terik. Kusapa selamat pagi pula ke pada rekan-rekanku di pondok yang sama. Ada murni si pipit pemimpi, mucniar si srikandi belia, eky, asmi, ayu,mila,sifa, asti, mpubetavirgo, matematika unm, ukm maphan unm, amirullah perikanan umi, hipma gowa, smp arabika, smu manipi, ayah bundaku di desa balassuka kecamatan tombolo pao, kota dingin malino, kru radio gamasi, kru harian fajar. Terimakasih tlah memberiku kesempatan menerbitkan tulisan ringanku. Dan semua pendnegar biskal gamasi. Satu mimpiku. Satu harapanku, meski kita tak bersua didarat, keakraban kita diudara membuat kita lebih dekat. Manusia bermimpi adalah hal yang lumrah. Karena harapan dan tujuan meski berpijak dari mimpi yang mendahului. Seperti harapku, yang ingin membawa lentera buat para saudaraku Meski kusadar lentera itu masihlah tertidur. Tebarlah kasih sayang seperti angina yang membelai gunung, lembah, daratan maupun pantai. Semailah kehangatan hati, seperti surya menyinari dunia Tuhanku!!! Doaku adalah harapanku. NYANYIAN KEGETIRANKU Kuucap selamat pagi ini kepada bunga-bunga.kepada kumbang-kumbang dan matahari yang kini kembali terik. Selamat dating wahai bola tembaga, hadirmu kembali membawa sari-sari semangat buat jiwa-jiwa yang semalam lena dalam mimpinya. Yach, seperti sifatmu yang membawa sinar dan hangat bagi alam mayapada ini. Saya irwan jafar insane seribu nama. Juga seperti yang lain. Seperti biasa kuawali aktifitasku menyusuri lorong-lorong kota ini. Banyak kisah disana. Ada sejarah disana. Yang mungkin tercatat dan kumpulan buku yang hilang. Kembali hatiku resah. Kembali jiwaku gelisah. Kembali sukmaku merintih. Kubayangkan masa lampau yang begitu damai, indah dan alami seperti dalam kisah dongeng oleh nenek sebagai dalangnya. Sunguh berbeda dengan kenyataan yang kulihat sekarang ini. Tak ada lagi udara yang segar. Tak ada lagi hijau yang membentang jauh. Tak ada lagi kenyamanan. Yang ada hanya kekumuhan, kegersangan, kemiskinan, dan penderitaan yang tiada berujung. Kadang hati kecilku bertanya. Mengapa orang-orang itu betah saja tinggal ditempat seperti ini. Bau dimana-mana. Sampah dimana-mana. Lalat dan nyamuk yang berterbangan. Tak ada lagi tempat bermain buat anak-naak mereka. Ataukah………mereka hanya terpaksa?! Menerima nasib dan pasrah begitu saja. Sungguh, saya yakin dan percaya. Merekapunmendambakan hidup yang tentram, lapang dan damai. Yach,…..warga-warga itupun punya mimpi. Mimpi yang indah. Yang berharap tak mengendap menjadi kerak belaka. Ah……….sepasang kaki beralas sandal jepitku terus kulangkahkan berharap makin banyak fenomena yang bias aku lihat. Setapak demi setapak terus kususuri. Kujelajahi dan kuulur-ulur lagi. Di lampu merah alaudin- pettarani aku kembali terpana. Pemandangan kontras kembali kulihat. Ada geliat orang kecil, ditengah hiruk pikuk kaum-kaum berada. Ada hitam menjadi penoda bintik-bintik putih. Aku berfikir, bangsaku benar-benar telah terpuruk oleh krisis multidimrnsi. Tapi nyatanya?!!! Tak terhitung banyaknya mobil-mobil mewah bersileweran dijalan itu. Betapa gagah, betapa cantik orang-orang itu dengan style yang up to date. Mereka bergelimang harta. Mereka berfoya-foya dnegan materinya, dan……….kurasakan kesenjangan itu antara si kaya dengan si miskin. Orang bermobil sungguh kontras dengan mereka yang berjalan kaki. Kesenjangan antara atasan dan bawahan. Ada aral yang memisah begitu nyata. Ada pembeda. Ada kesenjangan entah karena apa. Dimana kepedulian itu. Dimana para penguasa yang katanya peduli. Bukankah janji kalian saat pilkada dulu untuk peduli penderitaan kami?!, dimana janji kalian yang akan mengangkat kami dari lubang penderitaan ini?!, mengapa sembako yang dulu kalian berikan kini hilang tak berbekas. Dulu, kalian tanpa segan berbaur bersama kami. Tetapi kini, kalian hanya asyik diatas kursi empuk kalian. Seribu kesibukan menjadi alas an kalian setiap kami menjerit meminta perhatianmu. Keresahan ini kembali mengingatkan aku akan kesaktian pancasila kala di sma dulu. Butir-butirnya sangat kami hafal. Katanya………ketuhanan yang mahaesa!! Katanya………kemanusiaan yang adil dan beradap!! Katanya……persatuan Indonesia!! Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan rakyat, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia!!! Tetapi………. Dimana kepedulian itu!, dimana kasih sayang itu!, dimana pemerataan itu yang katanya telah mendarah daging menjadi budaya orang-orang makassar. Lihatlah!!!! Beberapa bocah-bocah berlari-lari kecil ditengah ramainya lalu lintas. Mereka menjadi loper Koran, menjadi pengemis, mereka hanya bermain yang seharusnya mereka ada dingaku sekolah Lihatlah!!!! Lihatlah orang renta itu. Mereka telah jompo. Orang itu seharian disana, diterik matahari bahkan diguyur hujan nan lebat. Orang itu tak bergeming juga hanya demi sebuah receh dari orang yang peduli. Seharusnya orang itu damai dalam peluk hangat keluarga tercintanya.dan kasih orang-orang disekitarnya. Bukankah……..orangtua dan anak terlantar dipelihara oleh Negara?! Mana buktinya!!! Mana!!!!! Dalam anganku, dirku membayangkan betapa indahnya hidup ini jika kita semua mau menjadi orang yang peduli. Peduli sesame, peduli sekitar tak hanya melulu untuk diri sendiri. Singkirkan aral yang melintang. Hilangkan jurang pemisah, kita berbagi kasih, kita berbagi rezki, kita berbagi antar sesame. Tak ada lagi sikap acuh dari si kaya, tak ada lagi sikap acuh dari penguasa dan juga orang yang bermodal. Bukankah………bukankah semua agama mengajarkan cinta kasih kepada sesama? Mengajarkan kepedulian? Bukankah hakekat syurga adalah keseimbangan hidup antara jiwa dan raga, antara ego dan super ego, antara pribadi dan social, itulah tahta yang tertinggi. Agh……….aku kembali gundah. Aku malu sendiri. Kutatap sepasang tangan ini. Tangan yang masih kaku. Tangan yang masih tidur, sepasang tangan yang belum bisa berbuat apa-apa. Aku belum bisa mengusap kening bocah-bocah itu. Aku belum bisa memberi receh untuk orangtua itu. Aku belum sanggup mengangkat obor pelita buat penerang mereka, Seribu harap aku urai. Semoga goresan tangan ini tak sekedar melayang bisu di udara. Kujadikan kado terindahku meski sejarah enggan mencatatnya. Kutulis keresahan jiwa ini tiada maksud menggurui. Sungguh, aku tak sesumbar itu. Aku masih tahu diri. Aku masih punya cermin yang tak retak. Aku tahu kapasitasku. Ini hanyalah nasehat untuk seorang irwan jafar.

02 June, 2008

TETES AIR MATA KANTORO TEKO

Dalam naskah "kisah sejumput beras" tlah kuikrarkan sumpah palapa kantoro teko yang tak akan mencicipi asingnya garam samudra, manisnya madu dan gurihnya santan kelapa sebelum kulihat manik mata bunda menjadi tangis haru seorang ibu. Kulengkapi jatuh bangunku, seret langkahku, dan setumpuk kesusahanku dimana celengan ayam betina turut menjadi saksi dan tumbal perjuangan seorang kantoro teko. Semuanya kuabadikan dalam episode "diakhir sejarah sahabatku". Kantoro teko kembali berteriak sengau dalam naskah "sengau dibalik tabir" sebagai espresi kedirianku menjalani liku-liku kehidupan dibelantara kota ini. Akhirnya, izinkan kantoro teko kembali berkisah, kembali berkeluh kesah sebagai penutup sejarah derita yang mungkin yang terakhir kalinya. Coretan ini adalah coretan pamitku semoga kedatanganku, kehadiranku, bukanlah pertanda buruk bagi orang lain. Saya ingin kepergianku, pamitku, disambut dengan iringan doa dan harapan. Inilah parade kisah seorang kantoro teko yang dimulai dari kisah sejumput beras, diakhir sejarah sahabatku, sengau dibalik tabir dan kini kututup dengan "tetes air mata kantoro teko’ Selalu kusapa saudara-saudariku di pondok malino jaya, almamaterku UNM, SMU manipi, SMP Arabika, desa Balassuka, Abdullah di stikper gunung sari, Eri di barombong, Yuli si putri tanete lambere, Ian kapucino, Bagonk si putra malakaji di PGSD unismuh, Ardy di masamba, Rasyid si putra pengelana, Thalib atau akram si putra malino yang kini di Barondasi depan kompleks peternakan maros, Harun di panakkkukang, Angga aspol alauddin, Yayat, sisil di UNIV. 45, Dian di jalan pasar ikan, Kasmi, Eni, Ifan, Titi dimaros, Erna, Fina, Firda, dan Lady di kandea 3. Nama kalian selalu kusemai dalam hatiku. Berikan padaku air mata yang akan terasa sejuk bila kusentuh, bukan air mata yang terasa panas. Karena dengan itu aku bisa membaca hati kalian yang mungkin menipu bila hanya kutanya dari sorot mata itu.
TETES AIR MATA KANTORO TEKO
Minggu 18 mei 2008. Sengaja kumenyendiri berusaha kembali larut dalam sunyiku. Malam itu, diriku hanya ingin bertemankan suara kak Tisa yang mengalun kutilan dari bilik siarnya. Gelombang nada sengau yang pasti terasa resah menggetarkan relung hati kantoro teko. Semuanya kunanti sebagai kado maharaniku. Malam itu…………,malam itu diriku kembali siap merangkai kata-kata usang, ungkapan-ungkapan duka, tangis-tangis kering, bahasa-bahasa kelam sebagai pelengkap rangkai celoteh kantoro teko. Namun, malam itu aku kembali lunglai. Kerapuhan itu tetaplah menemani. Genangan air mata telah membawa semangatku pergi menyisa isak yang tiada putus Dimata sembab kantoro teko. Sungguh tak kusangka. Tak pernah kubayangkan. Cerita pilu yang kugores yang kuharap hanya kubagi pada kesunyian malam ternyata tertangkap oleh orang lain. Tangis yang ingin ku balut, ingin kuhapus semoga kerapuhan itu tak memancing simpati orang, tak memancing perhatian, tak memancing tangis yang sama pada orang lain. Cukup diriku, cukuplah kak Tisa, cukuplah malam yang kian lelap, dan cukuplah kesunyian yang tahu parade kisah ini. Cukup itu. Tak usah orang lain turut mendengarnya. Ah,……… Aku gamang. Aku bingung. Aku tak ubahnya nelayan yang kehilangan arah dan tujuan. Seribu kisah yang lama terangkai kini hilang dan buyar tak tahu harus kumulai dari mana. Aku ragu untuk menuliskan lanjutan kisahku. Kisah yang kuharap menjadi pelengkap kisahku, menjadi nada-nada sumbang simfoni yang hilang, dan menjadi rona yang kini baur tiada satu warna. Aku tak yakin akankah kisah ini tetap utuh dalam alurnya atau hilang entah kemana. Namun, disisi lain dirikupun tak mau kisah ini terpenggal tanpa akhir penutur, aku ingin alur itu tetap ada sama seperti scenario yang telah kujalani, se baku kisah nyataku dimana aku sebagai pelakon utamanya. Oh…….. Bilalah semua kebohongan yang dilakukan oleh seorang anak kepada orangtuanya adalah dosa, maka dosalah aku. Maka salahlah aku. Pantaslah aku meringkuk dalam jeruji neraka sang Ilahi. Sebagai penebus kesalahan itu. Pantaslah aku disebut sebagai orang pembohong, anak durhaka. Orang tak tahu diri. Kantoro teko sang pembohong!!! Biarlah kupasrah dalam diamku yang sengau kala malampun mencibirku, bulanpun tak sudi purnama bila bersamaku, bintang tak ingin berkedip bila menyaksiku, awan dan kesunyian yang gusar kala bersamaku. Semua jiwa akan berteriak lantang dalam satu lagu yang sama. Kantoro teko pembohong!!! Kantoro teko pembohong!!!! Oh……tuhanku!!! Engkau belum mengajari kantoro teko bagaimana berlaku kala tersesat di dua persimpangan. Meskikah aku maju hanya demi ambisi atau mundur demi sebuah penyelamatan. Aku tahu. Aku sadar. Satu mimpi setiap orang tua adalah bersanding di hari wisuda putra-putrinya. Betapa bangga hati kala melihat toga sang anak. Melihat ijasah sang anak. Sebagai balasan atas tangis dan pengorbanan mereka. Mimpi dan hadiah yang tak bisa diberikan kantoro teko kepada orangtuanya sendiri. Yach , saya tak bisa seperti yang lainnya. Bunda…….abah…… Seingat kantoro teko, hanya secuil kisah yang mampu membuat air mataku basah berderai. Disaat SMP dulu sepasang kucing kesayanganku mati tanpa sebab. Aku menangis. Aku benar-benar menangis kala itu. Kemudian ketika aku sendiri dikesunyian desa bersama kambing-kambingku. Disaat kulihat tatapan ketakutan dari mereka yang kupukuli penuh emosi. Luluh air mataku menyesal kala itu. Dan kini, ketika dengan teramat berat aku meminta uang untuk biaya wisudaku. Sore itu, aku tak tahu harus berbuat apa. Antara meminta atau tidak. Antara berkata atau diam. Aku bimbang. Aku bingung. Aku bagai makan buah simalakama saat itu. Meminta dengan konseksuensi menjadi beban dihati kalian ataukah diam saja yang berarti tak ada wisuda untuk diriku. Lidahku keluh. Bibirku bergetar, seribu ketakutan bermain, semuanya hanya bisa kubahasakan melalui sorot mata yang gagu. Mungkinkah kudapat uang dalam kondisi ekonomi seperti ini. Diluar batas kesadaranku kudobrak ketakutanku, ku gantung rasa tegaku, dan akhirnya senja yang menjelang gelap menjadi saksi bulir-bulir hangat dipipi kantoro teko. Itulah tangis ketigaku yang akan selalu gelap dalam memoriku. Lengkaplah keresahanku, kugapailah puncak ketakutanku ketika tanggal 30 april kian tak berjarak. Semakin dekat. Semakin dekat saja. Segala cara kulakukan agar tanggal keramat itu tak tercium oleh bunda dan abah. Tanggal yang seharusnya aku dengan bangganya mengenakan toga wisudahku. Itulah berita yang pasti membawa gembira bagi kalian namun menyimpan duka yang miris buat diriku Betapa tidak!!!! Dari mana bisa kudapatkan uang sebanyak itu. Sama bundakah? Sama abahkah? Sementara kutahu pensiunan abah hanya habis untuk membayar pinjaman. Tak jarang lidah ini ingin berucap namun kembali tersekat dibatas tenggorokan. Dan sudah kuyakin pasti permintaan itu hanya menambah beban pikiran mereka saja. Tidak!!!tidak!!!! meminta uang wisuda untuk saat ini bukanlah waktu yang tepat Lalu pada siapa? Dimana? Haruskah meminjam pada kenalan? Haruskah menghiba pada saudara diperantauan? Ah, tidak!!!tidak!!!saya paling malu untuk itu Oh,tuhan………….. Aku tak kuasa menatapi kalender dikamarku ini. Bulatan-bulatan merah yang kutandai makin dekat saja. Aku tak tahu harus kembali berbuat apa. Saat itu, kurasakan semua jalanku telah buntu, semuanya telah buyar dimataku. Akupun sudah malu hanya bersimpuh dalam doa kepadaMu. Berdoa hanya dikala terdesak, mendekat kala terpuruk, menghibah kala merana. Aku malu padaMu tuhan. Malu !!!! 23 april 2008. Aku yudisum, Bunda. Hari itu aku sidang skripsi. Itu artinya anakmu ini telah menjadi seorang sarjana. Hari yang biasanya dirayakan dengan pesta, dirayakan dengan syukuran. Seremoni yang tak perlu kantoro teko lakukan. Cukuplah saya yang tahu kalau hari itu akan tercatat abadi dalam sejarah seorang kantoro teko Bunda…… Ridhailah anakmu ini. Semoga jalan yang kutempuh ini tak menyulut murka dihatimu. Luruskan jalanku kalau aku lalai. Tuntun anakmu kalau aku jatuh. Berikan diriku kesempatan memetik bintang yang beribu-ribu di tempayang langit itu. Mungkin satu diantara bintang itu adalah bintang kantoro teko!!!!

26 March, 2008

TERIAKAN SENGAU SANG LUKA

Malam ini, aku tak tahu dan tak mau peduli berapa pasang telingah yang belum mati dalam tidurnya. Mendengar teriakanku, mendengar kepiluanku, dan luka seorang Nirwana Oretcabora Jafar. Luka yang menganga membuatku sengau menyapa nama-nama yang masih lekat dalam benakku. Kusebutlah Murni si pipit pemimpi, Irwan jafar insan seribu nama, Niart, Eky, Asmy, Ayu, Mila Dan Sifa Di Pondok malino jaya. Mpubetavorgo, Imang Saputa, Pungga Sebagus Deltu Dipondok Karche, Abdullah Distikpergunung Sari Makassar, Amir Di Perikanan Umi, Andi Taufik Di Informatika Umi, Matematika Unm, Maphan UNM, SMP Arabika, Smu Manipi, Arango, Desa Balassuka, Herman, Obet, Ramang, Ajinomoto Dan Semua Rekan-Rekan Lamaku Di Sekolah Dulu.

Meski diriku dibenci, meski diriku diingkari tetap kuulur sepasang tangan ini kepada semua pendengar biskal gamasi. Dengarlah lirik sederhana ini. Pahamilah jiwa yang dikabutnya.

Catatan dosa akan segerah tertoreh oleh rakib dan akib, malaikat sang penjaga amal bila dosa yang telah terfirman terlaku oleh sang hamba.

Kuulur Tanya…………………..

apakah teriakan inipun segera tertulis dibuku amalku

sebagai dosa besar seorang hamba.

Kucoba menjawab……….

Kalau hanya tuhanlah yang tahu!!

Rasa dingin dan beku menusuk tulangku tanpa ampun. Menampar kulitku tanpa menyisa hangat alam dibatin ini. Kesunyian kembali menyeruak bersama angin yang terus berhembus diatas puncak Bawakaraeng. Selasih bunyi menyeruak dibalik kibasan jubahku yang terus berkibar dideru angin yang terus berlari. Sang bayu terus berkelana seakan ingin menerbangkan tubuh ini melayang laksana anai-anai yang berterbangan.

Kembali kuedarkan tatap mataku menembus lebatnya daun-daun rimba. Dipohon yang berlumut yang memagar betis setiap jengkal tanah sang leluhur. Kucari bias cahaya yang jatuh menerpa tanah yang terpancar dibalik ufuk yang ambigu. Diatas sana, mega abadi masih terus berkejaran menaungi diriku, menaungi puncak bawakaraeng yang pagi itu tetap sepi dan sunyi.

Entah mengapa debur ombak nun jauh disemanjung Makassar terdengar tangis ditelingahku. Dejavu sang ombak memecah pantai terdengar pilu ditelingah ini. Apakah ini fakta. Apakah ini ilusi. Apakah ini pertanda. Semuanya bias dibalik Tanya yang mengalun. Masihkan camar-camar laut kembali mengatar berita dibalik warta yang terkubur. Terbayanglah busa-busa putih yang mengalir pasrah dititah sang ombak. Buih itu kini menjelma bagai manik-manik hitam yang kembali kelam dimata seorang Nirwana.

Inilah aku yang kini. Inilah sosok sang diri. Inilah berontak seorang nirwana. Inilah sosok sang nirwana. Inilah wujud seorang nirwana yang bermetamorfosis dari kepompong kelemahan, ketakberdayaan, keterpurukan, yang kini lahir menjadi kupu-kupu yang mengepakkan sayap-sayap perubahan. Inilah kekuatan seorang nirwana yang lahir karena takdir namun hidup dengan suratan nasib yang teramat suram. Semua ini karena titah. Semua ini karena wujud. Semua ini karena makna. Inilah titah yang teramat berat dan wajib aku panggul meski hatiku telah menjerit-jerit tiada kuasa.

Untai demi untai doa tak terbatas lagi aku bahasakan. Selalu kuupetikan mengatar cerita-cerita senduku, menemani jeritan-jeritan berharap tuhan segera bergeming. Aku ingin mengadu…………aku ingin berkata……..kalau jiwa dan raga ini tak sanggul lagi menanggung beban. Wahai tuhanku. Aku sendiri ditengah mereka yang bersatu melawanku, bersatu menyingkirkanku, bersatu melemparku kedalam kubangan hitam yang tak pernah aku gali.

Tuhan…….

Tuhan……

Tuhan!!!

Harus kulawan dengan cara apa?!. Dengan fisikkah?!. Fisikku begitu lemah, Tuhan. Mereka semua tahu, apalagi Engkau kalau jiwa hawa yang bersemayam di raga ini membuat fisikku tak sekuat, tak setegar, tak sekokoh sosok-sosok adam yang lainnya.

Tuhan……….

Lalu dengan cara apa lagi aku harus melawan. Hanya dengan doa?!, hanya dengan kepasrahan?!, hanya dengan tangis?!, atau dengan apa. Semua itu tak terhitung lagi menemaniku. Namun semuanya sia-sia. Namun semuanya percuma. Semuanya tinggal kerak didasar wadah yang terlupa. Tak pernah kudapat hasilnya. Hanya tubuh yang lelah ini yang semakin terpuruk, semakin sakit oleh cerca dan hina yang kian bertubi.

Ini tidak adil tuhan!

Ini tidak adil………

Tidak adil!!!!!!!

Engkau tidak adil padaku. Engkau menbedakan hambamu. Engkau………..engkau tahu Tuhan. Mereka menghinaku katanya karena perintahMu. Katanya sosokku adalah karma, adalah noda cahayaMu. Engkau berfirman dalam kitabmu dengan 1000 ancaman untuk orang sepertiku. Mereka akan tampil sebagai pahlawan dihadapanMu kalau mereka memusnahkanku, memutus rantai kehidupanku diatas sejarah mayapadaMU ini. Benarkan itu tuhan?! Aku awam, aku tak tahu, aku tak mampu mencerna seluruh kitab sucimu seperti mereka.

Bicaralah Tuhan!!!

Bicaralah padaku, kepada mereka………………………..

Bicaralah!!!

Katakan padaku, katakan kepada mereka mengapa dulu Engkau berikan titah ini kalau dalam perjalananku Engkau melupakanku. Engkau meninggalkanku. Engkau menelantarkanku, engkau biarkan mereka melukaiku. Dimana kebenaran hakiki itu!!!. Dimana keadilan itu!!!!

Tuhan…………

Aku tahu engkau menyimpan 1000 rahasia. Dibalik arsyMu dimana Engkau bersemayam. Rahasia di atas rahasia yang menyimpan segala makna. Rohku selalu tafakkur berharap menembus batas langitMu sekedar dekat denganMu. Kucari rahasia itu agar mereka semua sadar. Agar mereka paham kalau dirikupun adalah bagian dari kuasaMu. Bukti kebesaranMu. Adaku karena ridhoMu. Lahirkupun karena pengawasanMu.

Tuhan……..

Teriakan ini akan tetap kulantunkan sampai kapanpun jua. Aku tahu. Aku sadar. Aku maksum. Diatas dunia ini teriakan dari kalbu dan ragaku terbatas digaris ajal. Namun, jiwaku adalah jiwa nan abadi yang akan tetap menuntut sampai dipadang ma’syarMu.

Tuhan…………

Meski…….saat itu neraka telah berkobar menanti diriku, dan surgaMu telah menjauh…..tetaplah akan kutanyakan padamu…………………………………

Makna dibalik titah ini!!!!!!

07 March, 2008

CELOTEH LIRIH SANG DATUK

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan penuh bangga dan rasa rindu kembali irwan jafar menyapa semua orang. Murni, niart, nana, eky, asmi, ayu, mila, sifa dipondok malino jaya. Mpubetavirgo di pondok kerinduan, Pungga sebagusdeltu, Abdullah STIKPER GUNUNG SARI MAKASSAR, Imang Saputra, Matematika UNM, Maphan UNM, amirullah diperikanan UMI, andi taufik di informatika Teknik UMI, Hipma gowa di racing centre, SMP ARABIKA, SMUN Manipi, Taslim dan Salsa di Arango, Desa Balassuka kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, kru harian Fajar di graha pena, semua personil PSG (persatuan sambalu gamasi), dan semua pendengar biskal gamasi 105,9 fm. Salam hangat dari irwanjafar. Spesial naskah ini kuupetikan buat sahabat-sahabatku yang kini berstatus sebagai seorang guru dimanapun berada.
Mengapa rimba dan penghuninya padu dalam harmoni?! Itu karena mereka hidup dengan alurnya. Biarkan burung terbang, biarkan ikan-ikan berenang, biarkan binatang berkaki empat berlari kencang dan bunglon abadi dalam 1000 warna. Keekacauan mulai membayang ketika manusia datang dengan pongah kekhalifaannya. Diinginkannya suatu jiwa yang bisa terbang,berenangm berlari dan merona hanya dalam satu langkah.
Celoteh lirih sang Datuk
Sengaja kutulis naskah ini, sebagai penyuaraku. Entah mengapa diriku tak cukup mampu mengungkapkannya langsung didepanmu. Apakah karena aku sungkam padamu?! Apakah aku begitu menyanjungmu?1 atau justru………minder dengan dirimu. Sekarang status memisahkan kita. Dia mengada diantara kita. Menjadi dia diantara kau dan aku. Sehari-harinya aku masihlah seorang siswa bagi seorang dosen. Sementara kau adalah guru bagi siswamu. Mungkin karena itu sobat aku menjaga jarak denganmu kini. Aku tahu diri. Aku tahu batas. Mataku masih jernih menatap bayang dicermin ini. Tak mungkin kita seperti dulu lagi. Ketika kita masih sama-sama menyandang gelar mahasiswa. Sahabatku!!!!!! Kau bahagia dengan kesuksesanmu kini. Namun, aku orang pertama yang merasa bangga sebagai sahabatmu. Ada kebanggaan tersendiri pernah akrab denganmu, pernah bersahabat, bahkan pernah makan dan minum dalam satu wadah yang sama. Tak salahlah bila rasa bangga itu selalu memenuhi hari-hariku. Sahabatku!!!!!! Biskal ini tak lebih celoteh dari seorang irwanjafar yang naif. Tak ada niat berceramah apatahlagi menggurui dirimu. Sungguh, kemampuanku tak sampai kesana. Tak mungkinlah aku berdiri sama tinggi dengan dirimu kini. Kau melaju begitu cepat meninggalkan aku yang hanya bisa merangkak laksana sifut yang berlari. Ibarat menjual kilau sebagai pesona, aku hanyalah akik dari beling dan engkau batu sapire odine. Aku hanya berkilau oleh ketangkasan sang pandai besi dalam memancarkan pesona yang kumiliki. Sementara kau adalah kilau yang sejati. Itulah perumpamaan bagi kita berdua, sahabat!!!. Anggaplah pula goresan tangan ini hanyalah cicit burung kecil yang juga ingin berkicau merdu berharap sang petualang melirik kesini meski hanya sebelah mata. Sahabatku!!!! Kalau suatu waktu nanti kita bersua lagi, masihkah bisa bercanda seperti dulu lagi?masihkah boleh kusebut namamu dengan polos? Bahkan nama kecilmu yang mungkin tlah terdengar asing ditelingahmu. Ataukah…………musti kusebut titel-titel yang melekat diawal dan akhir namamu. Seperti katamu, titel-titel itu tak kau pungut dari tong sampah, tak kau petik dipinggir jalan, ataupun jatuh dari langit begitu saja. Semuanya serba rupiah. Semuanya pakai waktu, tenaga, bahkan darah dan air mata. Seperti yang kerap kau bilang padaku,meski aku menjual “nenek” sekalipun tak sanggup kugapai semua itu. Mr. Xxx. S.Pd. S.Si. M.Sc Sengaja namamu aku samarkan. Dan titelnya aku tulis lengkap. Diantara 1000 kelebihanmu, ada noda yang membayang. Aku ingin menghapus noda itu melalui biskal gamasi ini. Karena aku yakin kau tak pernah sadar noda itu melekat pada dirimu. Ataukah memang sengaja kau acuhkan semuanya. Mr. Xxx. S.Pd. S.Si. M.Sc Setiap kita berkumpul lagi, aku lebih banyak diam dan diam. Jadi pendengar setia dimana kau sebagai pembicaranya. Aku hanya bisa tertunduk menyimak ceritamu. Kebangganamu, sukacitamu, dan bahkan sikap jahilmu kepada anak didikmu sendiri. Aku diam bukan karena mengiyakan perbuatanmu. Ada saatnya diam itu emas namun ada saatnya pula bicara itu permata. Sahabatku!!!! Aku tak setuju bila kau anggap guru hanya sebagai profesi belaka. Kewajiban semata. Tidak seperti itu sahabat!!!. Bagiku seorang guru adalah pendidik dan pengajar. Dialah yang mengajarkan aapa yang tidak kita tahu menjadi tahu. Membimbing kita, mensupport kita, mendorong dan mengawasi kita dalam meraih sebuah cita. Guru adalah profesi yang teramat mulia, sahabat. Profesi yang penuh dedikasi tak hanya sebaatas tugas belaka. Sahabat!!!! Iqra’. Bacalah . dan bacalah. Amati fenomena itu. Coba kau perhatikan anak ayam itu, lihat pula anak rajawali itu, ikan-ikan itu, dan anak kambing itu. Apakah engkau melihat ada diantara mereka yang bisa terbang, bisa berlari, berenang dalam satu waktu?! Tidak sahabat!!!. Biarkanlah anak kambing itu tumbuh seperti apa adanya. Biarkan dia berlari keatas gunung, menuruni lembah dan merumput dipadang yang luas. Biarkan anak ayam itu mengais tanah mencari makan, burung terbang mencari hidup, dan ikan berenang mencari makan. Sehebat apapun kau, kau tak akan bisa memaksa hewan berkaki empat itu terbang ataupun berenang. Begitu pula dengan ikan kecil itu. Dia hanya bisa berenang. Jangan kau paksa untuk terbang ataupun berlari. Biarkan pula rajawali terbang melintasi langit dan mencari makan dengan intuisinya. Sahabatku!!!!! Aku tak sepakat kaua seorang anak kau ibaratkan sebagai kanvas yang kosong. Dia hitam bila kau goreskan pena hitammu. Dan dia putih bila kau tumpahkan pewarna putihmu. Bagiku, anak adalah suatu dunia mikrokosmos dengan kompleksitasnya. Dia terlahir dengan potensinya. Dia terlahir dengan kelebihan dan kekurangannya. Seorang guru hanya menuntun untuk mendapatkan jati dirinya.

04 March, 2008

CERITA SANG KAKAK

Selalu dengan salam selamat pagi kusapa kalian semua, wahai saudara-saudaraku. Ada murni, niart, asmi, ayu, mila, sifa dipondok malino jaya mamoa 5. kusapa pula matematika unm, maphan unm, Abdullah di stikper gunung sari, smp arabika, smu manipi, dan kampung halamanku. Desa balassuka kecamatan tombolo pao kabupaten gowa.

Bila kau sapa saya karena budiku tersenyumlah wahai kawan. Namun bila dalam perjalanananku ada noda yang menghitam, dengan penuh harap, dengan penuh damba sudilah kiranya kau hadir sebagai pembersih noda ini. Irwanjafar tetaplah manusia yang rapuh yang kuat dnegan hadirnya kalian semua. Aku mencintai kalian seperti kucinta diri ini

Aku berdiri diatas puncak membawa raut wajah merindu.

Kuharap bola tembaga itu tak hanya larut dalam dzikirnya.

Muncul sebentuk fajar dan tenggelam diufuk barat menyisa senja.

Semuanya dalam rotasi yang baku.

Aku ingin menitip titah yang ada dalam kepalan tangan ini.

Berbisiklah angin!!!

Bergolaklah wahai samudra!!!

Berkicaulah kau burung-burung!!!

Sampaikan warta ini dengan bahasa kalbumu. Satukanlah kepingan jiwa ini karena kami bukanlah pecahan retak sebuah gelas

Tanggal 1 maret 2008. tak ada yang istimewah dengan tanggal itu. Itu bukan hari ulangtahunku, bukan tanggal yang spesial dalam hidupku, atau hari-hari yang istimewah bilan disbanding dengan hari yang lainnya. Kutengok kleuar jendela, kusibak tirai ungu yang membatas disana. Kusap julan yang masih senyap dan kutatap apa yang ada disana. Cuaca diluar sana masihlah sama. Tidak ada hujan, tidak ada kabut, namun untah mengapa mataharipun tidak bersinar. Hanya satu yang menggelitik jiwaku.hari ini, tepat tiga bulan yang lalu engkau pergi ketanah perantauanmu. Membawa 1000 mimpi, membangun candi-candi kastilmu, dan seribu cita suci di pulau cendrawasi sana. Nun jauh di timur nusantara.

Adikku!!!

Tanpa kuundang, tak kuasa aku mengusir kenangan-kenangan saat kau masih disini. Bersama ibu dan abah, bersama teman-temanmu, bersama keluarga besarmu disini. Aku selalu teringat canda-candamu, dan sifat kekanakanmu sebagai anak bungsu dikeluarga kita. Tak jarang kemanjaan itu berujung kesal dihati kakak-kakakmu. Termasuk aku. Pertengkaran kerap terjadi mewarnai hari-hari kita. Kau mengangis dan mengadu pada abah. Sosok yang paling menajakanmu. Ah….. mengapa kita aku rindukan semua itu. Aku kangen dengan semua itu. Ternyata hidup ini sepi tanpa pertengkaran kita, ternyata rumah ini senyap tanpa sikap manjamu. Ternyata hidup kami merasa kehilangan tanpa dirimu, adikku.!!!

Adik…………..

Barisan kata, untai kalimat yang kau kirim lewat sms tak cukup membantu imaji kami membaca kondisimu yang sebenarnya. Kami tak bias melihat air mukamu. Kami tak bias membaca getar suaramu. Hanya sms ini yang bias berkata kalau kamu baik-baik saja dinegeri orang. Kamu bilang, kau baik-baik saja. Aktifitasmu lancar-lancar saja. Jarang kudapat nada-nada keluhmu. Curhat-curhat gamangmu. Tak ada isak tangis disana. Tapi aku kakakmu adikku. Yang tak bias kau bohongi. Aku tahu. Dihatimu ada tangis seorang anak!!!

Adikku…………..

Sampai saat ini rahasia yang kau titip padaku tetap kusimpan rapat. Entahlah. Apakah rahasia itu akan terungkap disini. Disenandung malam bisikan klabu gamasi. Kau bilang pada bunda, abah dan yang lainnya alas an kepergianmu itu. Karena ingin mencari pengalaman. Alasan yang terdnegar bijak adikku. Meski aku tahu itulah espresi hatimu yang ingin berontak dari situasi yang tak mendukung ini. Dua semester kau duduk dibangku kuliah. Tercatat sebagai mahasiswa dipertanian UMI. Cita-cita yang ingin kau raih begitu semangat. Seperti semangat mudamu kala mendaftar dulu.namun takdir berkata lain adikku. Dan lagi-lagi alas an yang basi menjejak disana. Tak ada biaya. Tak ada uang sebagai pembayaran kuliah. Namun kamu bodoh adik. Kamu naïf. Kamu terlalu lugu. Mengapa kamu diam disaat harus berbicara. Kau simpan sendiri. Kau pendam sendiri masalah itu. Kamu korban demi menjaga hati orangtua.

Adikku…..

Melalui bsikal ini aku ingin bercerita. Tentang abah dan bunda kita. Pagi ini, aku melihat lagi sorot mata yang menatap kosong. Dibalik keriput wajah itu, dia memendam rindu yang mendalam. Dia rindu pada putrid kecilnya, dia rundi pada kemanjaan anak bungsunya. Espresi itu tak bias ia sembunyikan dari mataku. Tak jarang dia memanggil namaku dengan namamu. Atau….. menghidangkan makan malam dan memanggil namamu lagi. Selalu kulihat wajah tua itu berseri bila dering telpon darimu masuk di handponku. Bunda merindukanmu adikku.

Lihat pula ayah yang terpekur diatas sajadah shalatnya. Berdzikirkan dia?! Tidurkan dia?! atau…. Dia sembunyi dalam tunduknya agar mata yang bassah itu tak terlihat olehku?1 aku tak tahu adikku!!! Yang pasti abah tak seperti yang dulu lagi. Dia hanya berbicara seadanya lalu kembali asyik dengan kesendirannya itu.

Yach……..

Kami semua merindumu. Kami semua menyanyangimu. Andai bukan karena kondisi getir ini,tentulah berkumpul adalah pilihan yang terbaik. Tetap bersama meski serba sederhana. Ah………. Mengapa kala perpisahan ada diantara kita barulah rasa saying itu mengharu biru. Mengapa rasa rindu tak mau menjauh. Dating menggoda baying-bayang kita. Mewujud resah dan angan yang terus berkelana.

Adikku……………

Aku bangga padamu. Aku kagum dan angkat topi padamu. Aku yakin tak semua orang bias sepertimu. Tak setegar dirimu.

Adik, kadang aku mebayangkan diriku pada posisimu sekarang ini. Sebagai anak bungsu yang terbiasa oleh kemanjaan dari orangtua. Apalagi aku tahu kau punya penyakit yang tak perlu aku ungkap disini. Kini kau jauh. Kini kau terdampar dinegeri papua. Dikampung orang. Bila kau rindu kau hanya bias menangis dibalik bantal bisumu. Kala sakitmu kambuh tak ada lagi bunda yang merawat. Kala kau susah hanya bias mengadu pada kebisuan dan kesenyapan. Semuanya serba sendiri. Semuanya serba mandiri. Tak ubahnya seekor anak ayam yang terpisah dnegan induk dan saudaranya. Hanya bias mencicit, berlari kesana kemari. Lalu kelelahan dating mengantarmu keruang lelap berharap sang elang tak dating mencabik.

Adikku………..

Aku tahu. Kau ingin bersembunyi dibalik topeng yang kau cipta. Kau terlihat ceria meski hatimu berkabung duka. Kau terlihat semangat meski jiwamu rapuh dalam rentah. Jiwa ragamu remuk dalam ketakberdayaan. Namun kau tak bias bohong padaku. Pada kakakmu ini. Aku tahu siapa kamu. Aku bias menyelami jiwamu dalam palung yang terdalam. Semua itu kau lakukan agar abah tak resah memikirkanmu, agar bunda tak bunda merindumu, agar kami semua tak resah menanti,u.

Adikku……….

Kau kini telah jauh disana. Kami tak bias bersamamu menemani hari-harimu karena jarak yang membentang. Makassar- papua bukanlah jarak yang dekat bagi kita. Ada selat makassar, ada laut buruh, palung terdalam, laut maluku barulah sampai ke dermaga manokwari. Semuanya memsiah kita. Bila kau rindu bangunlah dalam lelap malammu. Ambillah air wudhu dan basuhkan kewajahmu. Kenakan mukena pemberian bunda dan sajadah shalat pemberian abah. Shalat malamlah adikku. Berdoalah pada tuhan yang selalu setia dalam kesunyian malammu. Tumpahkan kerinduanmu padanya. Berkeluh kesahlah padanya.

Disini, kami merindukanmu adikku. Kami sellau menanti kapan kau kembali bersama kami. Berkumpul seperti dulu meski hanya kesederhanaan bersama kita. Kata orang, meski makan hanya dengan garam semuanya akan terasa nikmat dengan kebersamaan. Kopi pahit tetaplah nikmat meski hanya berteman gula merah. Kebersaman menjadikan manis, pahit, gurih, asin, asam dating menjadi warna pelangi

Datanglah adikku!!!

Datanglah adikku!!!

Datanglah!!!

Disini kami menantimu!!!

28 February, 2008

ALUR SEJARAH YANG TERLUPA

Sebelum aku mengibakan kata hati ini, tak ingin lagi namaku bersembunyi malu dibalik tabir. Yach, sayalah entolagape nama yang tak pernah terdengar, nama yang selalu malu karena tiada punya kelebihan. Saat ini, aku berdiam disuatu pondok nan sunyi yang kuberi nama pondok ilusi dijalan mamoa 5. Makassar.

Selalu tergelitik untuk menyapa penghuni pondok malino, mpubetavirgo dipondok kerinduan, Abdullah di stikper Gunung sari makassar, Matematika UNM, Maphan UNM, perikanan UMI, UIN, SMP Arabika, SMU Manipi, desa Balassuka kecamatan tombolo Pao kabupaten Gowa. Salam penuh taslim buat pendengar biskal Gamasi. Semoga, untai kata ini bisa membuatku punya sekat dihati kalian. Kepada kak Tisa Lestari selamat ulang tahun kuucap meski mungkin telah basi oleh waktu yang terus berlalu.

Dalam pandangan keawaman, rona hanya kita simbolkan pada hitam dan putih saja. Kita lupa kalau ada kelabu bersama mereka. Bahkan ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu dan nila.

Dalam membaca rasa kerap terlantun manis dan pahit saja.

Kita lupa ada asing, ada asam, gurih dan sepat.

Dan banyak lagi noktah pengungkap yang hanya mengakui satu kelaziman

dan menafikan yang lainnya.

Kusapa kau wahai sang bayu. Berhentilah sejenak dari desahmu yang bisu. Berhentilah sejenak dari gemericikmu membelai dedaunan. Dengarlah kisah ini.

Wahai bintang-bintang digalaksi sana, bersama bulan yang tak jadi purnama. Tetaplah kau tatap mayapada ini. Bersaksi kelam yang kau ungkap, kan kutulis kisahku ini. Kisah hitam. Kisah yang terbuang. Kisah yang tak akan terukir. Inilah kisah seorang anak manusia, yang lelah dan lumpuh karena daya yang dipaksakan. Aku padam ditengah silauku. Aku kerontang ditengah basahku. Aku mati dalam hidupku, aku merunduk layu dan akhirnya gugur mati karena tertimpa cahya yang amat silau. Kisah-kisah lama yang tak bisa dibilang baru. Ingin kuungkap disini. Ingin kubuka disini. Walau diluar sana seribu pasang kuping lelap dalam ketakpedulian. Satu episode yang tabu untuk kuungkap. Aku tahu. Aku sadar. Pandangan mata itu sinis menatapku, melarangku melanjutkan goresan ini, tak boleh tersiar oleh angin, terbisik gelombang biskalnya gamasi. Inilah kisah yang menyedihkan jiwaku, inilah kisahku yang terlupa, inilah kisahku yang tercela, inilah kisahku yang terlarang untuk tercatat di buku sejarah mayapada.

Waktu terus merangkak maju. Tak pernah berhenti apatahlagi kembali ke masa lampau. Hal yang tak mungkin terjadi. Mustil terjadi. Roda waktu kembali menghentakku. Tak terasa 25 tahun sudah aku dalam haribaan ibu pertiwi. Usia yang cukup matang. Usia yang cukup dewasa untuk mengenal cinta.

Dalam sejarah, tergores dengan tinta emas kisah romeo dan Juliet dinegeri sana. Sejarahpun mencatat kisah cinta rama dan sinta di negeri Hindustani, ada pula laila majnun ditanah arabian, ada pula siti nurbaya ditanah rencong. Semuanya berkisah pada satu jiwa yang sama. Cinta dua insan. Cinta yang merah. Dua insan yang berbeda kodrat.

Tetapi…………

Adakah kisah masa lampau yang berkisah indahnya cinta yang seperti kurasakan ini?!. Adakah dalam kisah-kisah roman yang bercerita tentang ini?!!!. Benarkah dalam mitos yunani kuno kalau zeus sang penguasa langit jatuh cinta kepada hermes sang dewa ketampanan? Ataukah dalam kisah rama, sinta dan rahwana. Ada kisah yang terbuang. Siapa yang tahu. Siapa yang tahu. Kalau rahwana menculik dewi sinta karena cinta dihati mereka? Bolehkah aku berkata itu terjadi karena cinta rahwana kepada sang rama.

Apakah ada sejarah yang sengaja dikaburkan? sengaja tercoret, sengaja dihilangkan untuk mengaburkan fakta akan kisah cinta seperti ini?! Mengapa hanya kisah kelam yang mengiringi kisah ini. Kisah umat nabi Luth yang harus musnah karena murka tuhan atas perilaku mereka.

Dengan penuh ketundukan, penuh ketaksiman aku bersimpuh pasrah. Tak ada niatku menggugat sejarah yang tlah baku. Apatahlagi meragukan kebenaran itu.tidak….tidak sama sekali!!!!

Namun………

Didalam sini. Didalam rongga dada ini. Bersemayam jiwa yang berontak. Dorongan hasrat yang ingin mencari tahu rahasia dibalik itu. Benarkan kehancuran kaum luth karena cinta dihati mereka?! Ataukah……. Murni kelakuan mereka dimana cinta itu menjadi kambing hitamnya. Ataukah……ini hanya kisah yang sengaja dibesar-besarkan untuk menutup fakta yang sebenarnya.

Yach Allah, yach tuhanku.

Apakah sebenarnya bumimu ini adalah gumpalan tanah yang berselaput air ataukah hamparan air dengan bongkahan-bongkahan tanah. Adakah yang salah pada kedua pendapat itu? Seperti sebuah gelas yang berisi setengah air. Mungkin kami berkata itu adalah gelas yang berisi setengah penuh air. Mungkin orang lain berkata itu gelas setengah kosong.ada yang berbeda padahal objeknya sama. Bukankah perbedaan adalah rahmat?!

Wahai Tuhanku!!!

Hatiku selalu bertanya. Andai tak terpisah tabir antara aku dengan engkau, mungkin aku menghadap padamu. Bertanya kepadamu. Berkeluh kesah padamu. Kalaulah ini adalah dosa, kalau ini adalah rona yang hitam mengapa engkau ciptakan dia dihati kami. Mengapa musti kami. Dan mengapa musti……aku!!!. Masih banyak hambamu yang lain. Kalau ini adalah murkamu. Apa salahku? Apa dosaku kala dalam rahim bundaku. Apakah engkau sengaja menyisipkan benih dosa itu, sengaja kau ciptakan dosa itu untuk menjebak diriku. Engkau maha tahu. Aku ini hambamu yang lemah. Aku tak kuasa melawan gejolak itu. Aku laksana daun kering diatas arus sungai. Aku mengalir terbawah jauh kesamudra kemanapun arus membawaku. Ini adalah kekuatan diluar kuasaku sebagai manusia.

Tuhan……….

Kadang aku diam. Menatap hamba-hambamu yang lain. Mereka yang tak pernah resah mengembang titah ini. Mereka yang tak ternoda sepertiku. Betapa bahagianya mereka. Betapa senangnya mereka. Mereka tak perlu risau dicemooh orang. Mereka tak perlu gundah dengan ancaman adzabmu. Apa benar……apa benar selentingan mereka. Celoteh mereka. Tuduhan mereka kepadaku. Katanya shalatku sia-sia, puasaku percuma, amalanku terhambat hijap kepadamu. Toh semua itu tiada terhitung kala perhitungan amal kelak diakherat nanti. Neraka menungguku. Semuanya karena kodrat yang tersalahi. Tapi kodrat yang mana? Kodrat yang mana? Bagiku ini bukan pilihan. Ini adalah titah. Andai sebuah pilihan tak mungkin aku seperti ini.

Ahhhh Tuhan!!!!

Cukuplah diriku yang memikul beban ini. Jangan biarkan orang lain tercebur bersamaku. Jangan biarkan orang lain menemaniku dalam neraka. Bisikkanlah ilham dihati orangtuaku. Jangan biarkan mereka mendesakku mempersunting seorang gadis sebagai pendampingku. Gadis yang tak pernah ada cinta dihatiku. Karena rasa itu tlah kulabuhkan pada sosok lain

Maafkan aku!!!

Maafkan aku!!!

Maafkan aku!!!!

RONA DIPELUK ALAM

Dimalam nan senyap ini, aku kembali bersua dengan pendnegar biskal gamasi. Ibaduang masih disini. Dipondok malino jaya jalan mamoa 5 lr.1 nomor 6c tak pernah letih merangkai salam buat bunda dan abah tercinta nun jauh dibalasuka sana. Handai taulanku, rekan-rekanku dipondok malino, Abdullah di stikper gunung sari, dan semuanya. Salam persahabatan buat pendengar biskal gamasi dimanapun berada

Kata ikan-ikan betapa indahnya dunia bawah laut.denga hamparan karang didasar samudra yang bersimfoni dengan sejuta warna yang eksotik.

Kata penghuni rimba betapa indahnya lembah.,bukit, gunung dan hutan.

Kata burung pengelana betapa indahnya hamparan mayapada dibawah sana.

Pinguingpun berkata betapa hangatnya selimut salju dikutub selatan itu.

Semuanya indah bila jiwa dan raga kita menyatu disana.

Bukankah emas mahal karena langkahnya, dan permata berharga karena pesonanya.

Begitulah ibangduan yang selalu rindu dengan kampong halamannya.

Bulan februari belum berlalu. Tak sabar lagi kunantikan datangnya bulan maret, bulan april, mei dan bulan-bulan lainnya. Kusambut akan datangnya musim kemarau yang akan mengganti bulan basah ini. Rasanya tak sabar lagi menikmati matahari terbit diatas puncak bulu’lohe. Puncak tertinggi dikampung halamanku, desa balassuka. Aku ingin kembali melihat hamparan putih padang ilalang yang bermandikan kuning sang bola tembaga. Aku ingin melihat hijau-hijau pohon memantulkan eksotiknya lembayung senja. Dikala senja kurindukan kembali berdiri diatas puncak itu.

Diatas ketinggian itu, mataku bebas memandang nun jauh dibawah lembah. Berlatar barisan punggung gunung dari desa sebelah. Disana, hamparan persawahan laksana permadani timur tengah yang begitu indahnya. Disudut sana aliran sungai melikuk putih seakan membelit punggung gunung nan ramping. Lengkap rasanya senja itu kala semilir angina kembali memainkan poni rambut kita. Betapa segarnya aroma bunga gunung, aroma hutan yang basah, kedamaian yang membuatku lena dalam fantasi.

Ah……….indah sekali. Tak perpikir lelah yang akan mendera bila menyusuri setapak demi setapak yang akan mengantar kita keperkampungan. Jalan berliku, berkelok-kelok, naik dan turun lembah semuanya tak terasa. Lihatlah. Dikiri dan kanan setapak yang akan dilalui. Berpagar semak yang rimbun, bunga-bunga liar mekar dengan damainya. Meliuk-luik seirama dengan buaian angina yang sepoi. Sayup-sayup terdengar desah dedaunan, berkicaulah burung punai, burung kutilan, dan burung-burung lainnya semuanya seakan berlomba mengucapkan selamat dating wahai manusia. Seakan berkata “ selamat dating manusia. Inilah rumah kami. Inilah tempat kami. Selamat dating. Nikmatilah alam yang masih perawan ini. Disini tak ada asap. Disini tak ada kebisingan, tak ada deru yang pekak. Disini kesunyian bersimfoni dengan getar dawai alam.indah…indah…….sekali”

Sesekali kubandingkan dengan tempat lain yang pernah kujanbangi atau sekedar kudengar dari cerita orang. Suasana pantai, suasana kota bahkan megahnya gedung-gedung bertingkat. Aku sering kebibir pantai. Mendnegar ombak yang selalu gemuruh. Aroma kerang-kerang laut, perahu-perahu nelayan, dan birunya laut, hamparan pasir putih yang begitu lembut, pekik riang camar-camar kecil. Tapi lembah bulu’lohe jauuuuuuhhhh lebih indah.

Aku pernah dengar kota paris dengan menara eifellnya. Menara symbol cinta ada disana. Gedung -gedung yang megah, kota feisyen, dan banyak lagi tapi lembahku lebih indah.

Aku pernah dengar Italia dengan pizzanya, India dengan taj mahalnya, cina dengan tembok besarnya, jawa dengan borobudurnya, amerika dengan patung libertynya, dan……banyak lagi pesona dunia yang berkata indah untuk dirinya namun lembahku jauh lebih indah

Ah……….aku kembali terkenang dengan suka cinta warga desaku. Keceriaan kala panen tiba. Ditengah sawah seorang IBANGDUANG berjibaku bersama sang bunda, abah dan yang lainnya memotong padi dengan anai-anai ditangan. Canda dan tawa selalu mengalir disana. Sesekali aku tingkahi dengan teriakan yang nyaring mengusir serbuan pipit-pipit sawah yang tak kalah girangnya melihat hamparan padi yang menguning.

Kulihat pula dipetak sawah disebelah utara sawah kami. Sekumpulan orang juga sibuk dengan padinya. Kualihkan pandangku kearah selatan. Disanapun ada kesibukan. Timur dan baratpun begitu. Ternyata persawahan yang biasanya senyap nan sunyi kini ramai dengan dendang sang petani. Sesekali tetangga sawah melintas dipematang sawah kami. Kami saling sapa sesaat. Saling memuji hasil panen dan tentu kembali berbagi kebahagiaan. Sungguh, betapa hangatnya suasana itu.

Dalam keasyikanku kembali bunda memanggil kami semua.

“Abah, ibangduan waktunya shalat. Habis shalat baru kita makan siang”. Benar. Rupanya matahari telah naik sepenggalan. Panas memang dalam terik disinga itu. Tapi semilir angin yang tak pernah bosan bertiup membuat rasa gerah itu tiada terasa. Bergegas kami turun kepelimbahan untuk membersihkan Lumpur yang melekat ditubuh kami.

Didalam dangau yang dibuat ayah kami shalat berjamaah. Betapa khususknya shalat ditengah-tengah alam itu. Rasa penyatuan begitu terasa. Dan yang paling kunati telah tiba. Makan siang ditengah sawah. Bergegas aku membuka bekal yang bundah bawah dari rumah. Dibakul nasi, ada nasi jagung yang masih ngepul, ada sayur bening, ada ikan akering dan yang paling aku suka adalah sambal terasi buatan bunda. Betapa nikmatnya

Semilir angin tak pernah berhenti membelai padi dan orang-orang yang asyik didalamnya. Aroma padi sesekali tercium. Begitu pula aroma bekal dari tetangga sawah. Rupanya ada yang membawa kue.dia bagikan kepada kami. Dan sebagai gantinya kamipun berbagi kopi yang memang sengaja kami bawah cukup banyak.

Sungguh, rasanya ingin selalu kembali kedesa.