02 July, 2008

BISIK SANG GURU

Assalamu alaikum wr.wb . Dengan hati suci, dengan niat tulus kusapa saudaraku yang ada di pondok malino jalan mamoa 5 lr.1 no.6c. Kekasih abadiku di desa Balassuka, desa ARABIKA, SMP 1 ARABIKA, SMU 1 SINJAI BARAT, Matematika UNM, kru harian redaksi harian fajar, kru BMG Makassar, perikanan UMI, Pungga, Abdul Di Stikper Gunung Sari, Eri Dijalan Barombong Desa Kanjilo, Yuli Si Putri Tanete Lambere, Sari Ian Kapucino, Bagonk Si Putra Malakaji, Ardi Si Putra Masamba, Rasyi Si Pengelana, Akram/ Talib Dibarondasi Depan Kompleks Peternakan, Harun Di Panakkukang, Angga Di Aspol Alaudin, Yayat, Sisik Di Universitas 45, Dian Dijalan Pasar Ikan, Kasmi, Nisa, Ifan, Titi, Erna, Fina, Firda, Dan Lady Dikandea 3 Nomor 11 A.
Ilahi rabbi….. Buka sepasang mataku untuk melihat 1000 cinta yang bersemi. Sadarkan diriku bahwa kasih saying adalah bagian dari tahtaMu. Jadikanlah sosokku sebagai jiwa-jiwa yang selalu belajar Meskipun diriku hanya bisa merangkak dan terpuruk.
Kembali kuhaturkan ungkapan rasa syukurku kepada engkau ya Allah, wahai dzat yang maha suci. Engkau melimpahkan karunia yang begitu besar, begitu luar biasa yang mungkin tak semua orang engkau titipi. Karunia yang kadang terlihat hitam, kadang terpendam buyar oleh jiwa-jiwa kerdil sepertiku. Ungkapan rasa yang tak cukup kubuktikan hanya dengan lontaran rasa syukur, hanya dengan tetes mata di atas sajadah biru, dan hanya isak kering yang berusaha larut dalam senyap malam. Wahai dzat yang maha suci, wahai dzat yang maha adil, engkau mencipta mahklukmu begitu sempurna. Begitu indah dengan segala keunikannya. Dari semua itu sungguh suatu jiwa yang kerdil bila tak belajar dari semuanya. Seperti firmanMu dimana perintah belajar adalah perintahmu yang pertama kepada umat manusia sepertiku. Belajar melalui mata, belajar melalui telinga, belajar melalui hidup yang dilengkapi dengan akal yang di sempurnakan dengan hati dan kalbu. Sungguh, saya ingin belajar pada mahluk itu, mahluk yang terlihat lemah, mahluk yang terlihat jarang dipuja, karena bagiku belajar tak musti di depan kelas belaka. Wahai dzat yang bertahta di atas Arsy!! Seperti kebiasaanku, tiduran sambil menatap langit-langit kamar sebelum kantuk membelai. Tak sengaja mataku melihat seekor Cicak. Makhluk melataMu yang tak punya sayap, yang tak punya tangan. Sementara Engkau memberinya takdir mencari makan dengan memangsa makhluk yang bersayap. Adilkah ini?! Apakah ini bukan takdir yang terbalik?! Mungkinkah mahluk itu bisa hidup? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang bermain di kepala ini. Aku selalu larut dalam skenario yang kucipta. Aku kagum. Alu salut. Ternyata tuhan mencipta dengan pertimbangan yang begitu matang. Cicak itu begitu sabar menunggu mangsanya. Malam itu aku bisa melihat bahwa semuanya punya alur, semuanya punya hidup. Dan aku tersipu malu. Terlebih saat sepasang mataku bertatap dengan mata kecil mahluk itu. Sorot mata itu seakan berkata,” wahai manusia. Wahai mahluk yang terpilih. Lihat aku. Lihat bangsaku. Lihat kaumku. Kami tak punya sayap untuk terbang. Kami hanya bisa melekat di dinding ini. Kami harus menyambung hidup dari mahluk yang bersayap itu. Kamu?! Kamu serba sempurna namun tak jarang tetap mengeluh juga” Ah,…….. Mukaku merah padam. Rasanya aku di tampar oleh tangan yang teramat kuat. Sungguh diriku malu. Harus kuakui, engkau telah menjadi guruku wahai Cicak. Kau membuka mataku, kau membuka hatiku yang selama ini hanya melek namun buta dalam memaknai. Ya allah ya tuhan. Akupun belajar pada ikanMu. Mereka melintasi samudra, berenang tiada henti dan jenuh. Engkaupun menciptakan burung-burung sebagai penguasa udara. Engkaupun menciptakan ayam yang mengajariku arti kasih-sayang. Masyaallah!!! Ayam itu tak pernah lelah mengais tanah mencari keping-keping bijian dan anak cacing untuk dirinya dan anak-anaknya. Selama ini aku selalu menatap pongah pada dunia. Angkuh pada posisiku dan sombong pada jati diriku. Predikat sebagai mahkluk yang paling mulia telah membutakan mataku. Membutakan mata hatiku sehingga tak bisa melihat dan menatap entah karena gelap ataukah karena silau yang teramat terang. Betapa suci engkau ya allah. Engkau memberi kami karunia yang begitu besar yang tak engkau berikan pada mahluk yang lain. Bahkan kepada malaikatmu yang suci dari noda dan dosa itu. Sudah seharusnya arti kasih sayang, arti seorang pemimpin, dan pengawal kedamaian lahir dari tangan kami. Engkau memberi kami sepasang tangan. Apakah karena itu kami pula yang menjadi sumber bencana itu? Entahlah. Ya allah ya tuhan. Rangkai doa dan puja tak musti kulantunkan diatas alas shalatku. Ungkapan ampunan tak perlu terangkai oleh aksara. Bahasa kalbu antara hamba dan pencipta teramat luas. Engkau maha tahu. Engkau maha mendengar