25 August, 2008

RAPUHNYA SANG RAGA

Ingin kujelajahi buih di atas samudra. Biarkan diriku mengalir bersama tiupan angin yang terus menjelajah menyusuri kutub dan kutub.

Andai boleh izinkan lelah dalam laku semediku.

Karena doa,………….

karena jerit……………………

dan karena berontak tak sekali kulakonkan dalam meronakan epresi jiwaku

RAPUHNYA SANG RAGA

Malam itu, alunan instrumen bisikan kalbu gamasi baru saja berlalu. Denting melodi itu masih sayup-sayup kudengar. Diriku duduk terpaku tak kuasa beranjak dari pembaringanku.

Aku tertegun…………..

Aku terkesimah. ………..

Aku tersadar dari belit labirin senyapku. Ramuan kata, coretan kisah, curahan hati, keluh kesah, cerita-cerita sendu beberapa nama begitu membekas dibatinku. Aku tergagu. Aku terdiam. Tak ubahnya kakiku terpasung oleh kekuatan yang tak bisa kulihat mata. Kisah-kisah yang tergambar di naskah itu pernah kulakonkan, pernah kurasakan dan bahkan saat ini pernah kualami. Saat kusimak semua itu aku merasakan diriku kembali menjadi pemeran dalam kisah itu. Aku mengalir di dalamnya. Aku hanyut bersama arus yang tercipta. Disanalah kudapatkan inspirasiku. Kudapatkan kembali pelitaku yang selama ini padam tak bisa kunyalakan. Kudapatkan jalan dari kebuntuan yang selama ini menyumbat jiwaku, menghambat kemenanganku dimana diriku hanya bisa berdiri bisu di dua arah yang berbeda. Aku tak tahu dimana arah dan tujuan yang musti kutapaki.

Kembali jemari-jemari kaku ini ingin mencoretkan kata yang ingin kurangkai dari barisan aksara yang hilang. Sudah lama aku ingin membagi beban ini, menghilangkan noda yang mengotor, menyingkap tabir yang menghalang, membuang sumpek dihati ini. Aku ingin menghilangkan semua itu melalui bisikan kalbu gamasi ini.

Aku percaya. Aku yakin. Mereka-mereka tidak bohong. Mereka-mereka adalah orang yang jujur dalam mengungkap bahasa kalbunya. Mereka berkata kalau beban mereka terasa ringan setelah ditumpahkan disini. Aku ingin coba. Dan aku percaya itu benar.

Kak tisa……..

Kalau kakak masih ingat aku, ini adalah pertemuan kita yang kedua.

Desire datang lagi.

Desire muncul lagi

Aku bangun dari tidur panjangku. Tidur yang tadinya kuanggap mampu membuatku nyaman dalam hidupku. Ternyata tidak. Aku tak nyenyak. Aku tak damai. Aku suri dalam tidurku

Aku sadar.

Aku tahu

Kedatanganku kali ini hanya membawa kado keluh kesah. Bingkisan kesusahan seorang jiwa yang merasa sendiri. Aku kembali muncul hanya mengabarkan seribu masalah. Maafkan aku Kak. Aku terpaksa menggunakan suara kak Tisa lagi hanya untuk membahasakan derita hidup ini. Cobaan hidup ini. Kesusahan hidup ini yang mustinya tak musti kubagi kepada orang lain. Terlebih kepada kak Tisa. Apalagi……..kak tisa bukan siapa-siapa saya. Kita tak lahir dari rahim ibu yang sama. Kita tak datang dari rumpun yang sama. Akankah jalinan batin antara kak Tisa dengan saya bisa selaras tanpa adanya titik penemu. Yach, ketemupun tidak. Tapi entahlah. Desah dari lembah hati seorang desire berbisik kalau kak tisa adalah dewi yang bisa membantuku. Beban berat ini bisa kubagikan. Meski hanya melalui nada-nada bianglala sang biskal.

Kak Tisa……..

Sebenarnya desire ingin merangkai kata ini dengan jalinan aksara yang rapi dan mudah dibaca. Sangat-sangat ingin. Tapi inilah sumber masalahku. Otakku sudah lelah memerintahkan tangan ini agar benar menuliskan kata. Tapi tangan ini sangat susah diatur. Dia bergerak, dia begetar diluar kendaliku. Aku telah berusaha semampuku. Semakin kupaksakan gerak tangan itu makin terasa. Tak jarang jemariku kaku untuk sesaat. Aku tak habis fikir ada apa dengan tangan ini. Sampai saat ini belum kudapatkan jawab yang pasti akan rahasia dibalik semua ini. Tapi instingku berkata kalau ini adalah……..penyakit!!!

Kak tisa………

Dulu tulisanku tak seburuk ini. Kak tisa bisa lihat buku-buku tulisku saat SD dulu, SMP, dan SMA. Sungguh jauh berbeda dengan yang ada didepan mataku sekarang. Aku normal. Aku bukan orang yang baru belajar memegang pena dan kertas. Keluhan ini mulai kurasakan 5 tahun yang lalu. Aku tak merasa sakit. Aku sehat. Aku tak pernah sakit apa-apa. Inilah yang membuatku bingung. Ada apa dengan saya?

Rasa takut, rasa gundah memaksaku untuk terus mencari tahu. Kucari dibuku-buku, kujambangi perpustakaan dan bahkan kucari di internet. Kira-kira penyakit apa yang bersarang ditubuhku ini. Mengapa sepasang tangan ini seakan-akan bukan milikku lagi. Dia tak dibawah koordinasi otakku. Dia ada tetapi tak ada!!!

Aku takut kak. Ketakutan itulah yang membuatku tersiksa. Aku bermain dengan baying-bayang kelam yang kucipta sendiri.

Aku takut.

Aku takut.

Aku takut

18 August, 2008

MANTRA TERATAI SANG NIRWANA

Kubiarkan raga yang tinggal sepah ini kuyuh tersiram hujan, dibelai angin yang terus membadai bersama alam sunyi yang terpekur pasrah ditelan gelap yang memayung di atas tempayang langit.

Kurasakan gejolak jiwa ini ibarat guruh yang terus membahana diatas sana. Amarah ini…….emosi ini……. Entah ingin kutumpahkan kepada siapa. Aku muak!!!. Aku lelah!!!. Dan aku jenuh. Saya tak bisa hanya diam dan diam dikala kalian silih berganti datang kepadaku hanya untuk menebar pesona dan rayu. Cukuplah kuncup bunga hatiku yang dulu gugur bersimpuh dalam peluk bumi sebagai tanda layunya hati seorang nirwana yang kalah karena cinta yang biru. Kalian telah membuatku lena dalam mimpi yang terus membekapku. Membuatku tertidur dalam singgasana kelam yang tadinya kuharap sebagai rangkai pesona bianglala yang begitu indah.

Jangan samakan saya seperti yang lain. Hanya dengan sejumput rayu kau ingin menguburku dalam kubangan yang kau cipta. Saya tak akan lekang oleh godaan kilau emas permata yang sengaja kau asah dari batu yang hitam. Hanya untuk memukau seorang nirwana. Nirwana bukan sosok seperti itu.

Inilah kekuatan dari raga yang selalu terlecehkan. Ini berontakku. Ini geliatku. Ini amarah yang selama ini hanya suri dalam kepasrahan yang sengaja kubekam sekian lama. Jangan kau coba lagi menyulut amarahku kalau kau tak ingin bara api ini berkobar memanggangmu. Sungguh. Selama ini saya diam, saya mengalir lemah nyaris tiada deru dan sengau. Namun bila saatnya tiba sayapun akan menjelma menjadi bah yang akan menghanyutkanmu ke batas samudra yang mungkin tak pernah kalian bayangkan.

Kutanya kalian!!!!

Kalian yang merasa kulukai. Kapan kutikamkan belati candu seperti yang kalian tuduhkan?!dimana luka dan borok sebagai bekas dan saksi semuanya. Dimana darahnya mengalir. Tunjukkan didepan mataku!!!. Jangan hanya lantang berteriak kala telingahku lelap dalam semedinya!!!!

Kutanya kalian!!!!

Kapan dan dima mulut ini pernah menguntai aksara, mengukir rayu, menyebar racun pesona berbalut amarah. Siapa diantara kalian yang terpikat tanpa sadar pada genangan hitam yang saya tebar. Siapa?mengapa kalian hanya tertunduk tanpa merani menatapku. Mana sorot mata elang yang kalian selalu banggakan itu.ayoo!!! tatap sorot mataku. Lihat bara amarah yang tak pernah merah kini siap menantang kalian.

Kalian………………..

Tanya mata kalian.

Tanya telingah kalian.

Tanya indra kalian.

Tanya hati nurani kalian.

Kapan dan dimana seorang Nirwana menjadi racun dalam hidup dan kehidupan kalian

Kapan?!

Dimana?!

Jangan kalian menjadi sosok munafik yang selalu bangga dengan kebodohan dan keangkuhan yang tak musti kalian kekalkan itu.