28 February, 2008

ALUR SEJARAH YANG TERLUPA

Sebelum aku mengibakan kata hati ini, tak ingin lagi namaku bersembunyi malu dibalik tabir. Yach, sayalah entolagape nama yang tak pernah terdengar, nama yang selalu malu karena tiada punya kelebihan. Saat ini, aku berdiam disuatu pondok nan sunyi yang kuberi nama pondok ilusi dijalan mamoa 5. Makassar.

Selalu tergelitik untuk menyapa penghuni pondok malino, mpubetavirgo dipondok kerinduan, Abdullah di stikper Gunung sari makassar, Matematika UNM, Maphan UNM, perikanan UMI, UIN, SMP Arabika, SMU Manipi, desa Balassuka kecamatan tombolo Pao kabupaten Gowa. Salam penuh taslim buat pendengar biskal Gamasi. Semoga, untai kata ini bisa membuatku punya sekat dihati kalian. Kepada kak Tisa Lestari selamat ulang tahun kuucap meski mungkin telah basi oleh waktu yang terus berlalu.

Dalam pandangan keawaman, rona hanya kita simbolkan pada hitam dan putih saja. Kita lupa kalau ada kelabu bersama mereka. Bahkan ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu dan nila.

Dalam membaca rasa kerap terlantun manis dan pahit saja.

Kita lupa ada asing, ada asam, gurih dan sepat.

Dan banyak lagi noktah pengungkap yang hanya mengakui satu kelaziman

dan menafikan yang lainnya.

Kusapa kau wahai sang bayu. Berhentilah sejenak dari desahmu yang bisu. Berhentilah sejenak dari gemericikmu membelai dedaunan. Dengarlah kisah ini.

Wahai bintang-bintang digalaksi sana, bersama bulan yang tak jadi purnama. Tetaplah kau tatap mayapada ini. Bersaksi kelam yang kau ungkap, kan kutulis kisahku ini. Kisah hitam. Kisah yang terbuang. Kisah yang tak akan terukir. Inilah kisah seorang anak manusia, yang lelah dan lumpuh karena daya yang dipaksakan. Aku padam ditengah silauku. Aku kerontang ditengah basahku. Aku mati dalam hidupku, aku merunduk layu dan akhirnya gugur mati karena tertimpa cahya yang amat silau. Kisah-kisah lama yang tak bisa dibilang baru. Ingin kuungkap disini. Ingin kubuka disini. Walau diluar sana seribu pasang kuping lelap dalam ketakpedulian. Satu episode yang tabu untuk kuungkap. Aku tahu. Aku sadar. Pandangan mata itu sinis menatapku, melarangku melanjutkan goresan ini, tak boleh tersiar oleh angin, terbisik gelombang biskalnya gamasi. Inilah kisah yang menyedihkan jiwaku, inilah kisahku yang terlupa, inilah kisahku yang tercela, inilah kisahku yang terlarang untuk tercatat di buku sejarah mayapada.

Waktu terus merangkak maju. Tak pernah berhenti apatahlagi kembali ke masa lampau. Hal yang tak mungkin terjadi. Mustil terjadi. Roda waktu kembali menghentakku. Tak terasa 25 tahun sudah aku dalam haribaan ibu pertiwi. Usia yang cukup matang. Usia yang cukup dewasa untuk mengenal cinta.

Dalam sejarah, tergores dengan tinta emas kisah romeo dan Juliet dinegeri sana. Sejarahpun mencatat kisah cinta rama dan sinta di negeri Hindustani, ada pula laila majnun ditanah arabian, ada pula siti nurbaya ditanah rencong. Semuanya berkisah pada satu jiwa yang sama. Cinta dua insan. Cinta yang merah. Dua insan yang berbeda kodrat.

Tetapi…………

Adakah kisah masa lampau yang berkisah indahnya cinta yang seperti kurasakan ini?!. Adakah dalam kisah-kisah roman yang bercerita tentang ini?!!!. Benarkah dalam mitos yunani kuno kalau zeus sang penguasa langit jatuh cinta kepada hermes sang dewa ketampanan? Ataukah dalam kisah rama, sinta dan rahwana. Ada kisah yang terbuang. Siapa yang tahu. Siapa yang tahu. Kalau rahwana menculik dewi sinta karena cinta dihati mereka? Bolehkah aku berkata itu terjadi karena cinta rahwana kepada sang rama.

Apakah ada sejarah yang sengaja dikaburkan? sengaja tercoret, sengaja dihilangkan untuk mengaburkan fakta akan kisah cinta seperti ini?! Mengapa hanya kisah kelam yang mengiringi kisah ini. Kisah umat nabi Luth yang harus musnah karena murka tuhan atas perilaku mereka.

Dengan penuh ketundukan, penuh ketaksiman aku bersimpuh pasrah. Tak ada niatku menggugat sejarah yang tlah baku. Apatahlagi meragukan kebenaran itu.tidak….tidak sama sekali!!!!

Namun………

Didalam sini. Didalam rongga dada ini. Bersemayam jiwa yang berontak. Dorongan hasrat yang ingin mencari tahu rahasia dibalik itu. Benarkan kehancuran kaum luth karena cinta dihati mereka?! Ataukah……. Murni kelakuan mereka dimana cinta itu menjadi kambing hitamnya. Ataukah……ini hanya kisah yang sengaja dibesar-besarkan untuk menutup fakta yang sebenarnya.

Yach Allah, yach tuhanku.

Apakah sebenarnya bumimu ini adalah gumpalan tanah yang berselaput air ataukah hamparan air dengan bongkahan-bongkahan tanah. Adakah yang salah pada kedua pendapat itu? Seperti sebuah gelas yang berisi setengah air. Mungkin kami berkata itu adalah gelas yang berisi setengah penuh air. Mungkin orang lain berkata itu gelas setengah kosong.ada yang berbeda padahal objeknya sama. Bukankah perbedaan adalah rahmat?!

Wahai Tuhanku!!!

Hatiku selalu bertanya. Andai tak terpisah tabir antara aku dengan engkau, mungkin aku menghadap padamu. Bertanya kepadamu. Berkeluh kesah padamu. Kalaulah ini adalah dosa, kalau ini adalah rona yang hitam mengapa engkau ciptakan dia dihati kami. Mengapa musti kami. Dan mengapa musti……aku!!!. Masih banyak hambamu yang lain. Kalau ini adalah murkamu. Apa salahku? Apa dosaku kala dalam rahim bundaku. Apakah engkau sengaja menyisipkan benih dosa itu, sengaja kau ciptakan dosa itu untuk menjebak diriku. Engkau maha tahu. Aku ini hambamu yang lemah. Aku tak kuasa melawan gejolak itu. Aku laksana daun kering diatas arus sungai. Aku mengalir terbawah jauh kesamudra kemanapun arus membawaku. Ini adalah kekuatan diluar kuasaku sebagai manusia.

Tuhan……….

Kadang aku diam. Menatap hamba-hambamu yang lain. Mereka yang tak pernah resah mengembang titah ini. Mereka yang tak ternoda sepertiku. Betapa bahagianya mereka. Betapa senangnya mereka. Mereka tak perlu risau dicemooh orang. Mereka tak perlu gundah dengan ancaman adzabmu. Apa benar……apa benar selentingan mereka. Celoteh mereka. Tuduhan mereka kepadaku. Katanya shalatku sia-sia, puasaku percuma, amalanku terhambat hijap kepadamu. Toh semua itu tiada terhitung kala perhitungan amal kelak diakherat nanti. Neraka menungguku. Semuanya karena kodrat yang tersalahi. Tapi kodrat yang mana? Kodrat yang mana? Bagiku ini bukan pilihan. Ini adalah titah. Andai sebuah pilihan tak mungkin aku seperti ini.

Ahhhh Tuhan!!!!

Cukuplah diriku yang memikul beban ini. Jangan biarkan orang lain tercebur bersamaku. Jangan biarkan orang lain menemaniku dalam neraka. Bisikkanlah ilham dihati orangtuaku. Jangan biarkan mereka mendesakku mempersunting seorang gadis sebagai pendampingku. Gadis yang tak pernah ada cinta dihatiku. Karena rasa itu tlah kulabuhkan pada sosok lain

Maafkan aku!!!

Maafkan aku!!!

Maafkan aku!!!!

RONA DIPELUK ALAM

Dimalam nan senyap ini, aku kembali bersua dengan pendnegar biskal gamasi. Ibaduang masih disini. Dipondok malino jaya jalan mamoa 5 lr.1 nomor 6c tak pernah letih merangkai salam buat bunda dan abah tercinta nun jauh dibalasuka sana. Handai taulanku, rekan-rekanku dipondok malino, Abdullah di stikper gunung sari, dan semuanya. Salam persahabatan buat pendengar biskal gamasi dimanapun berada

Kata ikan-ikan betapa indahnya dunia bawah laut.denga hamparan karang didasar samudra yang bersimfoni dengan sejuta warna yang eksotik.

Kata penghuni rimba betapa indahnya lembah.,bukit, gunung dan hutan.

Kata burung pengelana betapa indahnya hamparan mayapada dibawah sana.

Pinguingpun berkata betapa hangatnya selimut salju dikutub selatan itu.

Semuanya indah bila jiwa dan raga kita menyatu disana.

Bukankah emas mahal karena langkahnya, dan permata berharga karena pesonanya.

Begitulah ibangduan yang selalu rindu dengan kampong halamannya.

Bulan februari belum berlalu. Tak sabar lagi kunantikan datangnya bulan maret, bulan april, mei dan bulan-bulan lainnya. Kusambut akan datangnya musim kemarau yang akan mengganti bulan basah ini. Rasanya tak sabar lagi menikmati matahari terbit diatas puncak bulu’lohe. Puncak tertinggi dikampung halamanku, desa balassuka. Aku ingin kembali melihat hamparan putih padang ilalang yang bermandikan kuning sang bola tembaga. Aku ingin melihat hijau-hijau pohon memantulkan eksotiknya lembayung senja. Dikala senja kurindukan kembali berdiri diatas puncak itu.

Diatas ketinggian itu, mataku bebas memandang nun jauh dibawah lembah. Berlatar barisan punggung gunung dari desa sebelah. Disana, hamparan persawahan laksana permadani timur tengah yang begitu indahnya. Disudut sana aliran sungai melikuk putih seakan membelit punggung gunung nan ramping. Lengkap rasanya senja itu kala semilir angina kembali memainkan poni rambut kita. Betapa segarnya aroma bunga gunung, aroma hutan yang basah, kedamaian yang membuatku lena dalam fantasi.

Ah……….indah sekali. Tak perpikir lelah yang akan mendera bila menyusuri setapak demi setapak yang akan mengantar kita keperkampungan. Jalan berliku, berkelok-kelok, naik dan turun lembah semuanya tak terasa. Lihatlah. Dikiri dan kanan setapak yang akan dilalui. Berpagar semak yang rimbun, bunga-bunga liar mekar dengan damainya. Meliuk-luik seirama dengan buaian angina yang sepoi. Sayup-sayup terdengar desah dedaunan, berkicaulah burung punai, burung kutilan, dan burung-burung lainnya semuanya seakan berlomba mengucapkan selamat dating wahai manusia. Seakan berkata “ selamat dating manusia. Inilah rumah kami. Inilah tempat kami. Selamat dating. Nikmatilah alam yang masih perawan ini. Disini tak ada asap. Disini tak ada kebisingan, tak ada deru yang pekak. Disini kesunyian bersimfoni dengan getar dawai alam.indah…indah…….sekali”

Sesekali kubandingkan dengan tempat lain yang pernah kujanbangi atau sekedar kudengar dari cerita orang. Suasana pantai, suasana kota bahkan megahnya gedung-gedung bertingkat. Aku sering kebibir pantai. Mendnegar ombak yang selalu gemuruh. Aroma kerang-kerang laut, perahu-perahu nelayan, dan birunya laut, hamparan pasir putih yang begitu lembut, pekik riang camar-camar kecil. Tapi lembah bulu’lohe jauuuuuuhhhh lebih indah.

Aku pernah dengar kota paris dengan menara eifellnya. Menara symbol cinta ada disana. Gedung -gedung yang megah, kota feisyen, dan banyak lagi tapi lembahku lebih indah.

Aku pernah dengar Italia dengan pizzanya, India dengan taj mahalnya, cina dengan tembok besarnya, jawa dengan borobudurnya, amerika dengan patung libertynya, dan……banyak lagi pesona dunia yang berkata indah untuk dirinya namun lembahku jauh lebih indah

Ah……….aku kembali terkenang dengan suka cinta warga desaku. Keceriaan kala panen tiba. Ditengah sawah seorang IBANGDUANG berjibaku bersama sang bunda, abah dan yang lainnya memotong padi dengan anai-anai ditangan. Canda dan tawa selalu mengalir disana. Sesekali aku tingkahi dengan teriakan yang nyaring mengusir serbuan pipit-pipit sawah yang tak kalah girangnya melihat hamparan padi yang menguning.

Kulihat pula dipetak sawah disebelah utara sawah kami. Sekumpulan orang juga sibuk dengan padinya. Kualihkan pandangku kearah selatan. Disanapun ada kesibukan. Timur dan baratpun begitu. Ternyata persawahan yang biasanya senyap nan sunyi kini ramai dengan dendang sang petani. Sesekali tetangga sawah melintas dipematang sawah kami. Kami saling sapa sesaat. Saling memuji hasil panen dan tentu kembali berbagi kebahagiaan. Sungguh, betapa hangatnya suasana itu.

Dalam keasyikanku kembali bunda memanggil kami semua.

“Abah, ibangduan waktunya shalat. Habis shalat baru kita makan siang”. Benar. Rupanya matahari telah naik sepenggalan. Panas memang dalam terik disinga itu. Tapi semilir angin yang tak pernah bosan bertiup membuat rasa gerah itu tiada terasa. Bergegas kami turun kepelimbahan untuk membersihkan Lumpur yang melekat ditubuh kami.

Didalam dangau yang dibuat ayah kami shalat berjamaah. Betapa khususknya shalat ditengah-tengah alam itu. Rasa penyatuan begitu terasa. Dan yang paling kunati telah tiba. Makan siang ditengah sawah. Bergegas aku membuka bekal yang bundah bawah dari rumah. Dibakul nasi, ada nasi jagung yang masih ngepul, ada sayur bening, ada ikan akering dan yang paling aku suka adalah sambal terasi buatan bunda. Betapa nikmatnya

Semilir angin tak pernah berhenti membelai padi dan orang-orang yang asyik didalamnya. Aroma padi sesekali tercium. Begitu pula aroma bekal dari tetangga sawah. Rupanya ada yang membawa kue.dia bagikan kepada kami. Dan sebagai gantinya kamipun berbagi kopi yang memang sengaja kami bawah cukup banyak.

Sungguh, rasanya ingin selalu kembali kedesa.

23 February, 2008

SENGAU DIBALIK TABIR (kantoroteko)

Kantoro teko kembali menyapa nama-nama yang aku cinta. Bunda dan abah di desa Balassuka kab. Gowa. Rekan-rekan dipondok malino jaya. Disana ada Murni M, Niart, Eky, Asmi, Ayu, Sifa dan Asti. Kalian semua adalah air dalam kekeringanku. Mpubetavirgo dipondok kerinduan, Matematika UNM, UKM MAPHAN UNM, perikanan UMI, Hipma gowa racing center. Ditempat inilah kulabuhkan angan-anganku. Selalu kuurai rindu buat almamaterku, SMP sinjai barat, SMU Manipi. Kru Gamasi, kru harian Fajar di graha pena. Spesial buat kak Tisa Lestari yang berulang tahun di tanggal 23 februari 2008. Semoga panjang umur dan tetap setia bersuara di bisikan kalbu gamasi ini.

Satu mimpi yang kini masih berlubuk dihatiku adalah lewat kado biskal gamasi ini aku rindu bertemu dengan semua penulis biskal gamasi dimanapun berada. Juga pendengar biskal gamasi. Jambangi saya di pondok malino jaya dan kunanti deringan persahabatan itu di nomor 085299664969

Seorang insan menatap langit. Mencari arsy, mencari pohon kehidupan.

Namun, biru menjadi pembatas cakrawala.

Seribu tabir mewujud menjadi bianglala sebagai pembatas antara realita dan mimpi.

Seribu bintang berdiam disana.

Tak terbilang galaksi beredar disana.

Namun yang kita lihat hanyalah setitik.

Manusia hanya bias berharap dan bermimpi. Namun Ilahi rabbi yang tahu segalanya.

Hujan kembali basah di tanggal 21 februari 2008. Hujan yang membasah membuatku hanya bisa termenung didalam kamar kostku. Ditemani segelas kopi dan sepiring kue cucur, kiriman bunda tempo hari. Hari ini diriku ada kuliah, Bunda. Sama seperti kemarin, sama seperti minggu kemarin. Sama seperti hari-hari yang telah lalu.

Hujan diluar sana masihlah menangis. Makin deras menggenangi ruas-ruang jalan didepan rumah ini. Tak ada payung, tak ada mantel hujan terlebih motor atau kendaraan yang bisa kupakai kekampusku nanti.

Kadang anganku tergelitik membayangkan diriku seperti yang lainnya. Tak perlu bersusah-susah karena fasilitas orangtua yang melimpah. Tak perlu jatuh bangun dalam merangkai asa dan cita. Tak ada aral yang melintang dipersimpangan jalan yang akan dilalui. Namun diriku sadar kalau aku bukanlah mereka. Ibarat benih, aku terlahir dari sebuah pohon ditengah rimba pekat. Lepas dari pohon induk, lalu menggelinding diatas tanah mencari tempat untuk tumbuh. Yach, aku tumbuh, aku hidup dalam peluk alam rimba. Tak seperti bibit-bibit mahal yang begitu terawat dalam pot-pot bunga. Disiram, dipupuk dan dijaga penuh ketelitian oleh sang pemilik.

Yach,……

Hujan yang kembali deras kembali membawa anganku terbang. Melayang kemasa silam lalu kembali kemasa kini. Kemudian kembali terbang kemasa depan yang saat ini masih berupa mimpi. Kutimbang-timbang ketiga masa itu yang melahirkan kenangan, melahirkan realita dan mewujudkan mimpi yang kuharap menjadi sebuah kenyataan.

Kembali kuraih penaku. Dan kertas putih lusuh yang kuambil dari tempat sampah kampusku, tadi sore. Mulai kugores aksara, mulai kurangkai kata. Dan kujalin menjadi sebuah kalimat. Melalui kalimat-kalimat itulah kubercerita akan jejak scenario seorang aktor kehidupan sang kantero teko.

Seribu untai maaf kembali kusemai. Maafkan saya Bunda. Maafkan saya Abah. Tak ada niatku mencari simpati orang dengan mengumbar derita ini, tak kuharap membagi susah ini dengan menjual luka yang terdengar cengeng, terdengar cemeng, terdengar bodoh, terdengar naïf diuda ra biskal gamasi. Dengan hati tulus seputih salju kuulurkan tanganku kepada kak Tisa Lestari, kepada rekan-rekan dibilik siar gamasi yang harus kembali menjadi saksi, menjadi penyuara derita seorang kantoto teko, menjadi penyuara teriakku yang hilang ditelan sengau. Sungguh tak ada niat untuk itu. Namun, jiwaku yang rapuh merasa bahwa dengan cara ini sesak yang menghimpit itu bisa terasa lapang. Bisa terasa lega, sebagai obat penawar akan lukaku yang tak pernah sembuh ini.

Bunda……………..

Bulan ramadhan tlah lama berlalu. Itu berarti penghasilankupun telah berlalu. Pekerjaan sebagai pelayan rumah makan pun tak kulakoni lagi, Bunda!!. Disana aku hanya sebagai tenaga kontrak selama bulan ramadhan itu. Dan jujur kukatakan bahwa itulah alasan utama mengapa aku tak pulang dan berkumpul bersama di hari kemenangan itu. Aku terpaksa menahan hasratku bersuka cita bersama handai taulan, tak menikmati nikmatnya ayam panggang dan juga ketupat lebaran. Karena aku kerja malam, bunda. Kerja sambilan.

Aku berfikir, waktu selama sebulan itu bisa kugunakan mencari penghasilan tambahan meski malam tak bisa aku nikmati lagi. Lelah tubuh ini, Bunda. Lelah raga ini. Tapi aku tetap menjalaninya meski hasilnya hanya uang receh bagi orang lain.

Maafkan aku, Bunda!!. Anakmu yang durhaka ini telah mengumbar kebohongan kepadamu, memoles diri ini dengan seribu kesibukan semu. Terpaksa aku bilang, kalau aku masih sibuk dengan kuliahku. Padahal saat itu, tak ada kuliah lagi. Semuanya sudah libur. Sudah seharusnya aku pulang kampung seperti perantau yang lainnya. Namun itu tak kulakukan. Aku fikir dengan alasan itu bunda dan abah bisa mengerti mengapa aku tak pulang.

Sungguh bunda!!!

Aku tidaklah seperti yang kalian pikirkan tentang aku. Sekarang kantoro teko telah berubah. Dia ibarat kacang yang lupa kulitnya. Kantoro teko menjadi sombong, kantoro teko telah lupa dengan tanah kelahirannya, kantoro teko bukan yang dulu lagi.

Bundaaaaaaa

Aku tak seperti itu. Hati kecil ini selalu berteriak lantang. Didalam dada ini tetaplah seperti dulu. Dikota ini, polusi dan perubahan tak mampu mengubah hati seorang kantoro teko. Kantoro teko yang selalu rindu, kantoro teko yang lugu dan pemalu, kantoro teko yang selalu bermimpi berbakti kepada orangtua.

Kalaulah orang tahu apa isi hatiku yang sebenarnya. Aku malu, aku segan.aku minder bila harus pulang ditengah-tengah bunda dan abah. Tak ada oleh-oleh hanya kelusuan dan kelelahan jiwa raga yang kubawah. Aku selalu terbayang dengan obsesiku sendiri. Pulang kampung membawa buah tangan buat abah, buah bunda, buat yang lainnya. Aku tahu. Dah lama abah mengimpikan syal tuanya diganti, sudah lama bunda mengimpikan telkun shalat yang baru, sudah lama kemenakan-kemenankanku mau mainan yang lucu. Tapi semua itu belum bisa diwujudkan oleh seorang kantoro teko.

Kembali kugelar sajadah sujudku. Sajadah yang lusuh memang. Lama terlipat dan tersimpan dalam lemari tuaku. Kutunaikan shalat sunat entah apa namanya. Mungkin shalat dhuha karena andai matahari tak berselubung megah, mungkin sudah sepenggalan naik. Kembali kutengadah tanganku kepada sang pemilik waktu. Dalam doaku, aku meminta bahwa setiap masalah pastilah ada jawabnya.

Dan doa itu terkabul juga. Setelah gunung nona, dan jalan veteran tak perlu kususuri lagi, akupun tak perlu berbasah-basah lagi ditempat kerjaku itu. Akupun bisa menikmati lelapnya tidur dimalam hari seperti yang lainnya. Tulisan puisi yang kukirimkan ke redaksi fajar akhirnya muat disana. Sejak itu, puisi-puisi yang lainpun muat. Honornya memang tak seberapa. Tapi dengan itulah aku bisa kembali survival ditengah kota ini bunda.

Bundaaaaaa

Semua itu tak berarti tanpa doamu. Semua itu tiada mengada tanpa ridhamu. Karena ridhamu adalah ridha tuhanku juga. Sampai kapanpun anakmu ini selalu menanti kiriman doa-doamu. Sebagai penyemangat seorang kantoro teko yang juga selalu bermimpi memetik bintang dilangit sana.

12 February, 2008

TENGADAH KEHAMBAANKU (andirwantaruna)

Syukur Alhamdulillah. Kupanjatkan puja dan pujiku. Hanya kepada Engkau, wahai Tuhanku. Puja dan puji yang tak hanya terangkai kala diriku diatas sajadah sujud ini. Bersama aliran darahku, selalu terlantun dzikir-dzikir cinta antara hamba dan pencipta. Tak lupa pula kukirimkan salam dan shalawat kepada kekasihmu. Muhammad Saw, Nabi yang tak pernah jenuh membawa obor pelita sebagai penerang ditengah gelap gulita hambamu.

Ya Allah, ya tuhanku.

Ruku’ ku. Sujudku. Kuwujud sembah sebagai bukti pengakuan kami kepadamu. Engkau maha daya. Engkau Mahakuasa. Kami tak ada apa-apanya dihadapanMu, wahai tuhan. Terimalah sembah sujud kami sebagai tanda syukur kami sebagai hambaMu. Kami sadar. Kami percaya. Segala daya, segala kekuatan yang kami miliki adalah sementara. Tidak kekal. Hanya relatif. Semua itu hanya titipanMu yang kapanpun harus kami relakan bila engkau ingin mengambilnya kembali wahai zat yang Mahaesa.

Ya Allah, ya tuhanku.

Engkau mahabenar. Engkau mahakuasa. Dengan mata kepala ini telah kusaksikan sendiri kebenaran firman-firmanMu. Kusaksikan bagaimana lautMu murka!. Bagaimana tanahMu bergolak, bagaimana bencana silih berganti datang. Semuanya datang karena keangkuhan kami. Kebodohan kami. Kekhilafan kami. Kerakusan kami. Yang begitu mendewakan nafsu serakah sehingga lupa dengan peringatanMu.

Engkau telah memperingatkan kami didalam kitab sucimu

(telah tampak kerusakan didarat dan dilaut. Semua itu karena ulah manusia)

Subhanallah!!!

Peringatan yang begitu nyata tak menbuat kami sadar-sadar juga. Kami lalai. Kami terlena. Kami larut dalam eforia dan mimpi-mimpi yang tercipta oleh rekayasa sang pendosa yang bernama hawa nafsu.

Semuanya telah kami lihat. Kami rasakan wahai tuhan.

Kami lihat. Samudra fasifik kini bukanlagi lautan teduh. Samudra hindia bukan lagi tahta para dewi-dewi laut. Kini bergolak, kini mereka murka mengenggelamkan apa saja yang berlayar diatasnya. Keangkuhan kami sebagai manusia yang selalu sombong dengan secuil ilmu yang kau berikan kini tak berdaya. Kami tak berkutik dihadapanMu.

Kapal-kapaldihempas ombak dan gelombang.

Kecelakaanlaut dimana-mana.

Beribu jiwa tenggelam entah bnersemayam didasar laut mana.

Daratanpun tak mau kalah. Kusaksikan gunung-gunung yang begitu kokoh kini terbangun dari tidurnya. Pasir, batu, tanah, dan lahar panas semuanya tumpah seakan –akan marah dan ingin menghukum kami.

Manusia jadi korban, hewan ternak jadi korban. Tak terhitung kerugian materi, jiwa, tangis dan darah yang mesti kami upetikan.

Sempurna sudah murka alamMu kala langit turut menangis. Seribu espresi tak bias terbaca lagi. Ditumpahkannya titik-titik airnya membasah tanah, menggerus tanah, mewujud erosi dan banjir yang dasyat.

Kami tahu.

Erosi ada karena hutanMu tlah kami perkosa!!!.

Banjir terjadi karena tanahMu kami perdayakan!!!

Kami tahu.

Tapi tak kalah banyak pula diantara kami yang belum mengerti.

Yaa tuhanku.

Cukuplah rentetan bencana yang Kau berikan kepada kami. Cukuplah tangis pilu itu sampai disini. Berikan kami kesempatan lagi untuk mencoba bangkit dan melangkah sebagai khalifahMu diatas bumi ini.

Disini, diatas sajadah cinta kutengadahkan tangan memohon doa kepadaMu.

Biarkan aku sujud.

Biarkan aku pasrah.

Kuhayati kehambaanku.

10 February, 2008

SERAUT WAJAH TOPENG (irwanjafar

Buat : Murni, Niar, Eky, Asmi, Ayu, Karmila, Muli dan Sifa. Semuanya di pondok malino. Abdullah distikper gunung sari makassar, Kino dan Nurul di pondok archi pabbentengan, penghuni pondok cabe di mamoa 5B, anak-anak di UKM MAPAN UNM, yayasan metamorfosa, almamateriku SLTPN 2 SINJAI BARAT dan SMUN 1 Sinjai barat, Handai taulanku di desa Arabika kec. Sinjai barat dan desa balassuka kec. Tombolo pao. Dan semua pendengar biskal gamasi. Mari kita menjalin persahabatan melalui bisik udara meski rupa kita tak pernah saling melihat. Spesial naskah ini kupersembahkan bagi sang pipit yang mendamba menjadi sosok merak yang indah.

Topeng sering kita persalahkan sebagai benda yang menutupi jati diri kita.

Tetapi bagiku… Keberadaan topeng kadang dibutuhkan bahkan perlu adanya. Karena dengan topeng kita bisa memerankan peran dan lakon yang tertulis dalam sebuah naskah skenario yang mungkin tak bisa kita perankan dengan rupa asli kita. Seperti dalam drama kehidupan dimana Ilahi sebagai sutradaranya.

Goresan tangan ini tiada seindah goresanmu. Gerak jemari inipun tiada seindah gerak jemarimu. Disana, ada kekusaman. Disana, ada pengaburan. Disana, ada ketakjelasan. Itu karena penaku patah ketika pertama kali kugereskan aksara yang ingin kurangkai menjadi kalimat yang punya makna. Hanya dengan satu harap dari hatiku, kau mendengarkan biskalku, sebagai jawab atas biskalmu tempo hari. Sahabatku, murni!!! Tak salah jika kau kenakan topeng itu. Disaat kau ingin bergabung dengan sekawanan merak yang indah, bisakah jika kau datang dengan rupamu yang asli,yakni burung pipit?tidak! Kau tak akan diterima. Kau bahkan terusir dan disakiti oleh mereka. Dan itu lumrah, itu wajar, dan itu tlah menjadi rahasia alam ini, sahabat!!! Murni !!!!!! Topeng jangan kau maknai sebagai benda penyamar rupa asli belaka. Hanya menutupi jati diri demi sebuah ambisi. Tidak. Tidak seperti itu. Tak ada yang salah dengan topengmu dan tak ada yang salah dengan lakumu. Topeng kadang berjasa membantu kita mencapai puncak bahkan menggapai bintang. Suatu hal yang mustahil kita peroleh dengan rupa polos. Dengan rupa seadanya. Jangan takut sahabat. Jangan malu mengenakan topeng itu hanya karena takut disebut orang yang tak percaya diri, hanya karena takut disebut orang yang menyembunyikan jati diri. Semua ketakutan itu tiada beralasan. Sahabatku!!! Aku tahu gimana rupamu kalah dirumah dan bagaimana lakonmu kalah diluar sana. Semua kau ceritakan padaku. Semua curhat-curhatmu selalu kau tumpahkan padaku. Aku bangga sobat. Kau mau curhat padaku, berkeluh kesah padaku meski kau tahu diriku hanyalah seekor cacing bumi yang tak bisa menjadi Naga yang hebat. Bahkan tak jarang dalam ceritamu engkau menangis pilu. Aku tahu semua itu. Aku yakin semua itu adalah beban yang slama ini kau pendam. Kau sering bercerita bagaimana diriku dirumah. Tanpa sosok seorang ibu dengan seorang ayah dan adik-adikmu, engkau harus meluangkan waktu untuk semua itu dan melupakan kebahagaianmu sendiri. Seperti gadis-gaadis lain yang penuh mimpi dan cita. Semuanya terpasung oleh satu kata. Pengabdian . Waktumu kau habiskan dirumah sementara diluar sana canda dan tawa telah menantimu. Seperti katamu, engkau hanya seekor pipit yang mendamba menjadi merak yang indah. Dirumah engkau hanya seekor pipit yang kecil dan lemah. Tak ada keindahan, tak ada kecantikan yang bisa membuat dunia melirik dirimu. Dan hanya dengan topenglah engkau bisa menjelma menjadi merak yang mengepakkan sayap begitu indah dan memukau diluar sana. Topenglah yang membantumu mewujud cita yang tak sampai. Topeng yang menyejukkan hatimu yang lama kering dan kerontang. Dan topeng pula yang membuatmu ,menjadi merak kayangan seperti yang kau damba. Apakah itu salah?! Tidak sahabat!!! Sahabatku, si pipit kecil!!! Mungkin kau mencibir dirimu, memalingkan muka dan tak pernah menganggap celoteh ini sebagai suatu saran dimatamu. Ngak apa. Tidak masalah buatku. Namun andai bisa berharap, aku ingin dirimu tak menganggap ketakadaanku lebih baik dari keberadaanku disini.Memang menjadi sifat kita. Menjadi naluri kita. Menjadi predikat keakuan kita. Geliat dan teriak seekor cacing bumi tak pernah terdengar. Karena kecil, karena hina, karena rendah hanya bisa sembunyi dibalik pori tanah. Aku bukanlah sosok naga yang begitu perkasa.yang dipuja orang, yang disanjung orang dan menjadi panutan kala berucap dan berlakon. Aku yakin. Kelak engkau dapat terbang dengan topengmu ibarat sayap pada sang burung. Engkau dapat berenang dengan topengmu ibarat sirip pada sang ikan. Engkau dapat berlari dengan topengmu ibarat kaki pada sang kijang Pakailah topengmu demi dunia, pipitku!!!!

09 February, 2008

KAU TETAPLAH SAHABATKU (IRWANJAFAR)

Senyap senja kembali bernyanyi bisu. Mengusik kebekuan yang lama mendekam jiwa. Sesaat, batinku terjaga menangkap isyarat yang dibisikkan oleh angin malam

Kubangkit dari tempat tidur, termangu dibuai mimpi sesaat. Anganku kembali mengurai episode demi episode yang terekam sesaat bersamamu. Sosok yang kuanggap sebagai sahabat. Sahabat yang sebenarnya.

Kau bisu tanpa raga yang menyamar……………

Kau hilang dalam kelabat benakku………………..

Berpijak dalam hayalku yang fana………………..

Dan hadir kala suntuk dan lena membayang!!!

Sahabat…………………..

Haruskah segalanya diukur dari kesempurnaan fisik? Haruskah terlontar indah dimulut, membelai mesrah ditangan baru dikatakan sahabat?! Tidak sahabat!!!!

Orang digunung bilang pantai itu indah,…..aku diam!

Orang dipantai bilang gunung itu indah,…….aku diam!

Orang dikota bilang desa itu indah, …………aku diam!

kotaOrang di desa bilang kota itu indah,.........aku diam!

Buaya darat bilang wanita itu indah,…………. Aku diam!

Pujangga bilang cinta itu indah,……………… aku diam!

Disaat semua orang diam, aku berani berkata kau begitu indah. Karena kau adalah sahabatku!!!

Sahabat……………..

Kaulah bukti segalanya. Kau hanya hadir dialam ilusiku. Kau tertawa dan menangis juga dialam hayalku.Namun hadirmu selalu kunanti, kau begitu nyata bagiku!

Keberadaanmu adalah pengobat rinduku pada sosok yang tercipta dari tulang rusukku yang hilang. Sosok…………..yang sampai kini tiada pernah mengirimkan jejaknya.

Kau telah terpatri dilubuk hatiku bersanding dengan nama-nama yang kupuja dan kuhormati.

Abadilah sahabat!!!

kepak sayap nan patah (nirwana caebora jafar)

Temaram senja kembali membelaiku. Sayup telingahku menangkap bisik sepoi angina yang bisu membawa pesan. Kuraih pena dan kertas putihku sekedar mencoretkan noda tuk melengkapi aksara demi aksara akan kata hatiku, akan jeritan kalbuku yang kadang tak sanggup lagi aku emban.

Betapa berat titah ini harus aku emban. Dalam setiap tarikan nafasku hanya aroma kebencian yang kucium. Dalam tatap nanar mataku hanya keangkuhan yang kuraih. Diriku insan yang terbuang. Diriku insan yang terlupa. Laksana sampah yang teronggok tiada dilirik orang.

Didalam raga adamku ada jiwa hawa…………………………

Dalam fisik ramaku ada tabiat sinta………………………

Dalam titik hitamku ada secercah kemilau…………………..

Dalam beku salju tersimpan bara api…………….. Lalu siapa yang salah? diriku tak pernah meminta terlahir seperti ini. Andai boleh kembali kerahim bundaku, saya ingin terlahir sebagai laki-laki sejati ataupun wanita yang sempurna. Tak mungkin ilahi salah dalam mencipta. Tak mungkin tuhan salah mencipta kaumku. Kaum yang dihinakan……………… Kaum yang tak diakui sebagai bagian dari kuasa tuhan………………. Sungguh…………….. menjerit batin ini bila mendengar orang menghinakanku Diriku adalah bentuk kutukan tuhan………………….. Diriku adalah manusia-manusia durhaka……………………… Kaumku adalah orang-orang kotor…………………….

Kaumku tak mungkin mencium wanginya surga ilahi.

Demikian secuil cercah yang biasa aku dengar. Dan……mungkin akan terus aku dengar sampai batas tiada yang tahu

Tuhan………………………..

Basah mata ini jatuh menetes diatas atlar sujudku. Hanya bahasa kalbu antara hamba dan pencipta yang terukir disana.

Kala kelam……………………..

Kala sunyi………….

Kala hambamu yang lain lena dalam mimpi……………………..

Kuteriak lantang memohon petunjukmu!