Tadinya kupikir dengan datangnya basah kabut dukaku bisalah segera pergi. Mataku tak lagi kelam oleh paparan terik yang begitu silau. Meresaplah wahai air gangga pembawa warta diatas retak-retak gurun goby jiwaku yang sekian lama kerontang terpanggang musim abadi. Jangan hapus jejakku dari peta sejarah kehidupan ini. Kini kusadar tak selamanya hitam adalah duka dan putih melulu suci.
Kusapa kalian wahai para nama tak musti kurapal dengan kata-kata basi. Cukup bahasa angin ini yang menjiwa menjadi rafal-rafal awan cintaku pada tetes kasih buat kalian semua. Inilah Insan 1000 Nama dalam naskah………..
LONTARA’ SI INSAN 1000 NAMA.
Mataku terpasung terpaku menatap tanganku yang masih basah. Basah oleh sisa air yang terus menetes di tanganku. Tetes air yang memerah lirih menyisakan beku yang dingin di tulang tangan ini. Terbayang kenangan masa lalu ditelapak tangan ini. Semuanya menjadi rona yang mewarna merah jingga kehidupan yang musti kuperankan dalam pentas kehidupan mayapada ini.
Ingin rasanya aku terbang bagai burung di angkasa
Itulah hasratku. Itulah mimpiku. Itulah desire seorang insan 1000 nama. Itulah alur yang ingin kualiri karena diriku adalah air. Dengan airlah bisa kujelajahi ketinggian, ngarai, tebing dan muara dibibir pantai. Kusapa semua tanpa sekat pembatas dan pembeda. Tanpa melihat siapa dia. Bagaimana dia. Dimana dia. Kukasih segalanya dengan penuh sayang karena cinta adalah anugrah yang universal.
Telah kudengar 1000 kisah dari sekelilingku. Kisah yang membuatku miris. Kisah yang menggugah kepedulianku. Kisah yang membuatku larut didalamnya.
Tapi sayang……….
Diriku masihlah pucuk hijau yang belum mekar sempurna.