04 February, 2009

RINDUKU DI SECANGKIR BUBUR KACANG IJO

Kata orang jangan melupakan tempat dimana kita berasal agar tak dicap sebagai kacang lupa kulitnya. Tetapi bagiku kenangan kampung halaman adalah detak nadi kehidupanku. Kusapa malam ini berharap getar gelombang radio gamasi bisa mencapai danau Toba nun jauh di pulau Sumatra, mengitari pegunungan Dien di jawa sana, berkelana di pantai Sanur Bali, menyelam di taman Bunaken dan bahkan sampai ditengah belantara negeri Papua. Mungkin saja disanalah kalian wahai sahabatku kini berada. Kuharap tulislah nomor kerinduan ini 085299664969. RINDUKU DI SECANGKIR BUBUR KACANG IJO Beberapa waktu yang lalu, tlah kuungkap secuil kenangan saat kita bersama dulu. Masa-masa SMA yang kata orang adalah masa terindah untuk persahabatan, dan bahkan berkasih sayang. Kenangan terindah itulah yang ingin kembali kuungkap melalui mantra bisikan kalbu malam ini. Dimanakah kini kalian sahabat-sahabatku. Bisakah kalian berikan sedikit waktu kalian untuk kita bersua lagi. Bertemu bertatap mata. Berangkulan penuh persahabatan. Bercerita dari hati kehati. Tak sekedar bercanda dalam mimpi. Seperti yang selalu kulakukan bila rasa rindu itu kembali mendera. Akankah kalian ditanah rantau atau dimana kini berada turut merasakan hal yang sama??? Setiap kali sekawanan camar hitam berlalu selalu kutanya kabar kalian. Adakah ditempat kalian kini menjejakkan kaki masih mengingat aku. Masih mengingat sahabat-sahabat sependeritaan lainnya. Teman-teman sekampung yang selalu bersama-sama mengarungi hutan belantara menuju sekolah tercinta. Masihkah kalian ingat dengan sekolah kita yang sepi di kelilingi sawah yang menghijau. Masih ingatkah kalian dengan jarak yang jauh antara rumah dan sekolah kita. Dan masih ingatkah 1000 kenangan yang tak akan muat untuk ditulis dan dinarasikan oleh kak Tisa Lestari. Katanya, angin sepoi yang kerap menyapaku di pagi hari selalu berkelana di delapan penjuru angin. Kuyakinkan diriku kalau sang bayu yang sama pernah menyapa kalian pula. Pernah bertiup di sela-sela tirai kamar tidur kalian. Dan bahkan pernah murka sebentuk badai kala alam mulai marah. Adakah cerita rindu ini pernah dibisikkan ketelingah kalian??? Pernahkah? Jawablah sobat-sobatku. Atau……bukan angin yang salah dengan badainya. Tetapi kalian yang sengaja menutup telingah tak mau mendengar celoteh lirih ini. Aku tak bisa diam begitu saja wahai sobat-sobatku. Bahkan akupun berkelana bersama megah yang berarak membawa musim. Bersama basah yang jatuh dalam rintik hujan ingin kutumbuhkan semua kenangan itu lagi. Akankah semua itu menggugah hati kalian. Luangkan lah sedikit waktu kalian untuk rasa rindu ini. Sebelum kututup kisah ini, diriku ingin kembali mengingat satu kenangan yang juga tak bisa terhapus dari ingatan ini. Waktu itu 17 agustus hari dimana kita semua terlibat sebagai tim pengibar sang saka merah putih. Hari itu, adalah hari yang bersejarah bukan hanya buat Negara kita tercinta. Tetapi juga menyisa kisah menggelitik bagi kita semua. Latihan rutin yang cukup melelahkan selama sepekan sebelumnya hari itu menjadi buyar. Pasukan pengibar bendera yang kita ikuti menjadi kacau karena kebodohan seorang teman. Kekacauan itu mulai terjadi ketika aba-aba dari komandan pasukan tak bisa kita tangkap secara jelas.kehebohan yang menjadi bahan tertawaan peserta upacara lainnya. Betapa malunya kita saat itu. Insiden itulah yang menjadi perbincangan seru sampai turun makan ditempat yang disiapkan oleh panitia. Bubur kacang ijo. Yach bubur kacang ijo sisa yang tadi kita bawah pulang kerumah. Saat itu, kita kembali singgah di atas puncak bulu’ lohe. Tempat kita melepas lelah untuk menempuh setengah perjalanan lagi. Puncak yang menyimpan kenangan sahabat. Disanalah kita selalu berbagi cerita. Disanalah kita selalu berbagi kisah. Dan bahkan berbagi mimpi. Akankah tahun baru kali ini menjadi tanda yang tepat untuk mengulang semua itu? Aku berharap indahnya danau toba tak menutup keindahan kisah bulu’lohe. Aku berharap indahnya pantai sanur tak menutup kisah bulu’lohe.