09 October, 2008

KECUPAN BIDADARI

Diantara 1000 pangeran pasti ada satu yang tetap berhati sahaya. Tak lena dengan predikatnya yang begitu tinggi namun merasa kalau itu semua adalah amanah. Inilah MISTERALFALEO yang ingin bernyanyi meski serak selalu menemani.

KECUPAN BIDADARI

Kubiarkan angin pantai losari membelai wajah ini. Membawa aroma laut, membawa kembali angan-angan yang sekian lama kupendam dalam memoriku. Kembali kurasakan hatiku terasa kosong. Entah karena apa. Kegamangan itu tiba-tiba hadir dalam hidupku. Menemani diriku tak kuasa untuk kuhindari. Rasa gamang yang tak kutahu hadir karena apa dan mengapa. Apakah ada laku perbuatanku yang salah?!, apakah ada sikapku, ucapan-ucapanku yang kulakukan tanpa kusadari hingga rasa gamang inilah yang mesti kurasakan.

Harus jujur kuakui, dalam perjalanan cintaku ini saya bukanlah orang yang sukses. Saya penah jatuh. Saya pernah terpuruk. Saya pernah gagal. Yang semua itu terjadi dengan penyebab yang beraneka ragam. Entah karena kebodohanku sendiri atau sikap egois dari orang lain. Ternyata sakit karena kegagalan itu teramat menohok ulu hati kita. Membeku bagai borok yang sulit untuk sembuh oleh obat manapun juga. Pantaslah bila pujangga cinta berkata andai dia tahu sakitnya terluka karena cinta maka dia tak akan mulai sejak semula.

Apa benar…..kalau semua wanita berfikir kalau laki-laki itu buaya. Laki-laki itu pecundang. Sosok yang tak bisa dipercaya. Kepercayaan itu tak bisa kubantah sendiri. Namun menurutku tak semua laki-laki itu seperti itu. Pikiran buruk yang lama berselaput itulah yang justru membutakan mata kalian untuk melihat secara jeli. MISTERALFALEO memiliki prinsip yang mungkin beda dengan orang lain. Bagiku, sebuah hubungan tak terbatas hanya dengan janji-janji manis, hanya dengan perhatian semu, hanya dengan belai gairah belaka. Cinta adalah tanggung jawab. Cinta adalah pengorbanan. Dan cinta adalah sebuah komitmen.

Saya pernah gagal. Dan saya ingin belajar dari kegagalan itu. Banyak kesalahan yang musti kuperbaiki. Kesalahan terbesarku kala itu adalah perasaan dewasa untuk menjalin kasih ternyata saya masihlah begitu rapuh. Kuanggap umur adalah factor yang utama,kuangggap fisik adalah penentu yang utama, dan kuanggap kontak hati adalah hal yang utama. Namun ternyata saya lupa. Hati, kesiapan, kedewasaan, sikap, dan keyakinan untuk menerima kegagalan tak kumiliki kala itu. Dipandangan mataku jalan yang akan saya lalui terbentang luas tanpa aral yang melintang. Ternyata tantangan, aral, selalu ada menjadi warna pelangi yang gelap.

Kami berpisah. Orang yang kusayang, orang yang kucinta penuh hati, orang yang kuimpikan menjadi pendamping hidupku, lebih memilih bersama orang lain. Aku kalah. Aku gugur. Aku hanyut di arus kecewa ketegaran sebagai seorang laki-laki. Kala itu tak ubahnya diriku adalah ranting patah yang telah gugur. Tak kuasa kuredam gemuruh dadaku. Getar gelombang yang mengalun sengit mengalir dalam nadi darahku. Saya ingin marah!!!, saya ingin berontak!!!, dan rasanya ingin kupenjarakan orang-orang yang telah membuatku marah.

Namun kini aku sadari. Ternyata sayalah yang salah. Saya yang bodoh. Saya yang pongah. Sayalah yang belum siap untuk bersua dengan kegagalan.

Dan ini adalah lembaran kedua. Belajar dari pengalaman pertama alangkah bijaknya kalau kita mencintai tak berlebih. Membenci juga tak berlebih. Saya harus belajar damai dengan kegagalanku, damai dengan ketakutan-ketakutanku dan harus selalu siap untuk kecewa.

1 comment:

jaga art said...

minta izin pakai