07 June, 2008

NYANYIAN KEGETIRANKU

Selalu ku ucap selamat pagi buat semuanya. Dengan harapan, semangat dan jiwa kita selalu bersinar seperti hakekat pagi hari. Lama tak bersua, kini kudatang lagi menyapa seluruh pendengar biskal gamasi 105,9 Fm. Semoga kak Tisa Lestari tidak merasa jenuh mendengar bisikku, mendengar celotehku, dan mendengar mimpi-mimpi seorang IRWANJAFAR si insan seribu nama. Pondok Malino Jaya di jalan Mamoa 5 lorong 1 nomor 6C selalu setia menjadi tempatku bernaung dikala hujan dan terik. Kusapa selamat pagi pula ke pada rekan-rekanku di pondok yang sama. Ada murni si pipit pemimpi, mucniar si srikandi belia, eky, asmi, ayu,mila,sifa, asti, mpubetavirgo, matematika unm, ukm maphan unm, amirullah perikanan umi, hipma gowa, smp arabika, smu manipi, ayah bundaku di desa balassuka kecamatan tombolo pao, kota dingin malino, kru radio gamasi, kru harian fajar. Terimakasih tlah memberiku kesempatan menerbitkan tulisan ringanku. Dan semua pendnegar biskal gamasi. Satu mimpiku. Satu harapanku, meski kita tak bersua didarat, keakraban kita diudara membuat kita lebih dekat. Manusia bermimpi adalah hal yang lumrah. Karena harapan dan tujuan meski berpijak dari mimpi yang mendahului. Seperti harapku, yang ingin membawa lentera buat para saudaraku Meski kusadar lentera itu masihlah tertidur. Tebarlah kasih sayang seperti angina yang membelai gunung, lembah, daratan maupun pantai. Semailah kehangatan hati, seperti surya menyinari dunia Tuhanku!!! Doaku adalah harapanku. NYANYIAN KEGETIRANKU Kuucap selamat pagi ini kepada bunga-bunga.kepada kumbang-kumbang dan matahari yang kini kembali terik. Selamat dating wahai bola tembaga, hadirmu kembali membawa sari-sari semangat buat jiwa-jiwa yang semalam lena dalam mimpinya. Yach, seperti sifatmu yang membawa sinar dan hangat bagi alam mayapada ini. Saya irwan jafar insane seribu nama. Juga seperti yang lain. Seperti biasa kuawali aktifitasku menyusuri lorong-lorong kota ini. Banyak kisah disana. Ada sejarah disana. Yang mungkin tercatat dan kumpulan buku yang hilang. Kembali hatiku resah. Kembali jiwaku gelisah. Kembali sukmaku merintih. Kubayangkan masa lampau yang begitu damai, indah dan alami seperti dalam kisah dongeng oleh nenek sebagai dalangnya. Sunguh berbeda dengan kenyataan yang kulihat sekarang ini. Tak ada lagi udara yang segar. Tak ada lagi hijau yang membentang jauh. Tak ada lagi kenyamanan. Yang ada hanya kekumuhan, kegersangan, kemiskinan, dan penderitaan yang tiada berujung. Kadang hati kecilku bertanya. Mengapa orang-orang itu betah saja tinggal ditempat seperti ini. Bau dimana-mana. Sampah dimana-mana. Lalat dan nyamuk yang berterbangan. Tak ada lagi tempat bermain buat anak-naak mereka. Ataukah………mereka hanya terpaksa?! Menerima nasib dan pasrah begitu saja. Sungguh, saya yakin dan percaya. Merekapunmendambakan hidup yang tentram, lapang dan damai. Yach,…..warga-warga itupun punya mimpi. Mimpi yang indah. Yang berharap tak mengendap menjadi kerak belaka. Ah……….sepasang kaki beralas sandal jepitku terus kulangkahkan berharap makin banyak fenomena yang bias aku lihat. Setapak demi setapak terus kususuri. Kujelajahi dan kuulur-ulur lagi. Di lampu merah alaudin- pettarani aku kembali terpana. Pemandangan kontras kembali kulihat. Ada geliat orang kecil, ditengah hiruk pikuk kaum-kaum berada. Ada hitam menjadi penoda bintik-bintik putih. Aku berfikir, bangsaku benar-benar telah terpuruk oleh krisis multidimrnsi. Tapi nyatanya?!!! Tak terhitung banyaknya mobil-mobil mewah bersileweran dijalan itu. Betapa gagah, betapa cantik orang-orang itu dengan style yang up to date. Mereka bergelimang harta. Mereka berfoya-foya dnegan materinya, dan……….kurasakan kesenjangan itu antara si kaya dengan si miskin. Orang bermobil sungguh kontras dengan mereka yang berjalan kaki. Kesenjangan antara atasan dan bawahan. Ada aral yang memisah begitu nyata. Ada pembeda. Ada kesenjangan entah karena apa. Dimana kepedulian itu. Dimana para penguasa yang katanya peduli. Bukankah janji kalian saat pilkada dulu untuk peduli penderitaan kami?!, dimana janji kalian yang akan mengangkat kami dari lubang penderitaan ini?!, mengapa sembako yang dulu kalian berikan kini hilang tak berbekas. Dulu, kalian tanpa segan berbaur bersama kami. Tetapi kini, kalian hanya asyik diatas kursi empuk kalian. Seribu kesibukan menjadi alas an kalian setiap kami menjerit meminta perhatianmu. Keresahan ini kembali mengingatkan aku akan kesaktian pancasila kala di sma dulu. Butir-butirnya sangat kami hafal. Katanya………ketuhanan yang mahaesa!! Katanya………kemanusiaan yang adil dan beradap!! Katanya……persatuan Indonesia!! Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan rakyat, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia!!! Tetapi………. Dimana kepedulian itu!, dimana kasih sayang itu!, dimana pemerataan itu yang katanya telah mendarah daging menjadi budaya orang-orang makassar. Lihatlah!!!! Beberapa bocah-bocah berlari-lari kecil ditengah ramainya lalu lintas. Mereka menjadi loper Koran, menjadi pengemis, mereka hanya bermain yang seharusnya mereka ada dingaku sekolah Lihatlah!!!! Lihatlah orang renta itu. Mereka telah jompo. Orang itu seharian disana, diterik matahari bahkan diguyur hujan nan lebat. Orang itu tak bergeming juga hanya demi sebuah receh dari orang yang peduli. Seharusnya orang itu damai dalam peluk hangat keluarga tercintanya.dan kasih orang-orang disekitarnya. Bukankah……..orangtua dan anak terlantar dipelihara oleh Negara?! Mana buktinya!!! Mana!!!!! Dalam anganku, dirku membayangkan betapa indahnya hidup ini jika kita semua mau menjadi orang yang peduli. Peduli sesame, peduli sekitar tak hanya melulu untuk diri sendiri. Singkirkan aral yang melintang. Hilangkan jurang pemisah, kita berbagi kasih, kita berbagi rezki, kita berbagi antar sesame. Tak ada lagi sikap acuh dari si kaya, tak ada lagi sikap acuh dari penguasa dan juga orang yang bermodal. Bukankah………bukankah semua agama mengajarkan cinta kasih kepada sesama? Mengajarkan kepedulian? Bukankah hakekat syurga adalah keseimbangan hidup antara jiwa dan raga, antara ego dan super ego, antara pribadi dan social, itulah tahta yang tertinggi. Agh……….aku kembali gundah. Aku malu sendiri. Kutatap sepasang tangan ini. Tangan yang masih kaku. Tangan yang masih tidur, sepasang tangan yang belum bisa berbuat apa-apa. Aku belum bisa mengusap kening bocah-bocah itu. Aku belum bisa memberi receh untuk orangtua itu. Aku belum sanggup mengangkat obor pelita buat penerang mereka, Seribu harap aku urai. Semoga goresan tangan ini tak sekedar melayang bisu di udara. Kujadikan kado terindahku meski sejarah enggan mencatatnya. Kutulis keresahan jiwa ini tiada maksud menggurui. Sungguh, aku tak sesumbar itu. Aku masih tahu diri. Aku masih punya cermin yang tak retak. Aku tahu kapasitasku. Ini hanyalah nasehat untuk seorang irwan jafar.

No comments: