04 March, 2008

CERITA SANG KAKAK

Selalu dengan salam selamat pagi kusapa kalian semua, wahai saudara-saudaraku. Ada murni, niart, asmi, ayu, mila, sifa dipondok malino jaya mamoa 5. kusapa pula matematika unm, maphan unm, Abdullah di stikper gunung sari, smp arabika, smu manipi, dan kampung halamanku. Desa balassuka kecamatan tombolo pao kabupaten gowa.

Bila kau sapa saya karena budiku tersenyumlah wahai kawan. Namun bila dalam perjalanananku ada noda yang menghitam, dengan penuh harap, dengan penuh damba sudilah kiranya kau hadir sebagai pembersih noda ini. Irwanjafar tetaplah manusia yang rapuh yang kuat dnegan hadirnya kalian semua. Aku mencintai kalian seperti kucinta diri ini

Aku berdiri diatas puncak membawa raut wajah merindu.

Kuharap bola tembaga itu tak hanya larut dalam dzikirnya.

Muncul sebentuk fajar dan tenggelam diufuk barat menyisa senja.

Semuanya dalam rotasi yang baku.

Aku ingin menitip titah yang ada dalam kepalan tangan ini.

Berbisiklah angin!!!

Bergolaklah wahai samudra!!!

Berkicaulah kau burung-burung!!!

Sampaikan warta ini dengan bahasa kalbumu. Satukanlah kepingan jiwa ini karena kami bukanlah pecahan retak sebuah gelas

Tanggal 1 maret 2008. tak ada yang istimewah dengan tanggal itu. Itu bukan hari ulangtahunku, bukan tanggal yang spesial dalam hidupku, atau hari-hari yang istimewah bilan disbanding dengan hari yang lainnya. Kutengok kleuar jendela, kusibak tirai ungu yang membatas disana. Kusap julan yang masih senyap dan kutatap apa yang ada disana. Cuaca diluar sana masihlah sama. Tidak ada hujan, tidak ada kabut, namun untah mengapa mataharipun tidak bersinar. Hanya satu yang menggelitik jiwaku.hari ini, tepat tiga bulan yang lalu engkau pergi ketanah perantauanmu. Membawa 1000 mimpi, membangun candi-candi kastilmu, dan seribu cita suci di pulau cendrawasi sana. Nun jauh di timur nusantara.

Adikku!!!

Tanpa kuundang, tak kuasa aku mengusir kenangan-kenangan saat kau masih disini. Bersama ibu dan abah, bersama teman-temanmu, bersama keluarga besarmu disini. Aku selalu teringat canda-candamu, dan sifat kekanakanmu sebagai anak bungsu dikeluarga kita. Tak jarang kemanjaan itu berujung kesal dihati kakak-kakakmu. Termasuk aku. Pertengkaran kerap terjadi mewarnai hari-hari kita. Kau mengangis dan mengadu pada abah. Sosok yang paling menajakanmu. Ah….. mengapa kita aku rindukan semua itu. Aku kangen dengan semua itu. Ternyata hidup ini sepi tanpa pertengkaran kita, ternyata rumah ini senyap tanpa sikap manjamu. Ternyata hidup kami merasa kehilangan tanpa dirimu, adikku.!!!

Adik…………..

Barisan kata, untai kalimat yang kau kirim lewat sms tak cukup membantu imaji kami membaca kondisimu yang sebenarnya. Kami tak bias melihat air mukamu. Kami tak bias membaca getar suaramu. Hanya sms ini yang bias berkata kalau kamu baik-baik saja dinegeri orang. Kamu bilang, kau baik-baik saja. Aktifitasmu lancar-lancar saja. Jarang kudapat nada-nada keluhmu. Curhat-curhat gamangmu. Tak ada isak tangis disana. Tapi aku kakakmu adikku. Yang tak bias kau bohongi. Aku tahu. Dihatimu ada tangis seorang anak!!!

Adikku…………..

Sampai saat ini rahasia yang kau titip padaku tetap kusimpan rapat. Entahlah. Apakah rahasia itu akan terungkap disini. Disenandung malam bisikan klabu gamasi. Kau bilang pada bunda, abah dan yang lainnya alas an kepergianmu itu. Karena ingin mencari pengalaman. Alasan yang terdnegar bijak adikku. Meski aku tahu itulah espresi hatimu yang ingin berontak dari situasi yang tak mendukung ini. Dua semester kau duduk dibangku kuliah. Tercatat sebagai mahasiswa dipertanian UMI. Cita-cita yang ingin kau raih begitu semangat. Seperti semangat mudamu kala mendaftar dulu.namun takdir berkata lain adikku. Dan lagi-lagi alas an yang basi menjejak disana. Tak ada biaya. Tak ada uang sebagai pembayaran kuliah. Namun kamu bodoh adik. Kamu naïf. Kamu terlalu lugu. Mengapa kamu diam disaat harus berbicara. Kau simpan sendiri. Kau pendam sendiri masalah itu. Kamu korban demi menjaga hati orangtua.

Adikku…..

Melalui bsikal ini aku ingin bercerita. Tentang abah dan bunda kita. Pagi ini, aku melihat lagi sorot mata yang menatap kosong. Dibalik keriput wajah itu, dia memendam rindu yang mendalam. Dia rindu pada putrid kecilnya, dia rundi pada kemanjaan anak bungsunya. Espresi itu tak bias ia sembunyikan dari mataku. Tak jarang dia memanggil namaku dengan namamu. Atau….. menghidangkan makan malam dan memanggil namamu lagi. Selalu kulihat wajah tua itu berseri bila dering telpon darimu masuk di handponku. Bunda merindukanmu adikku.

Lihat pula ayah yang terpekur diatas sajadah shalatnya. Berdzikirkan dia?! Tidurkan dia?! atau…. Dia sembunyi dalam tunduknya agar mata yang bassah itu tak terlihat olehku?1 aku tak tahu adikku!!! Yang pasti abah tak seperti yang dulu lagi. Dia hanya berbicara seadanya lalu kembali asyik dengan kesendirannya itu.

Yach……..

Kami semua merindumu. Kami semua menyanyangimu. Andai bukan karena kondisi getir ini,tentulah berkumpul adalah pilihan yang terbaik. Tetap bersama meski serba sederhana. Ah………. Mengapa kala perpisahan ada diantara kita barulah rasa saying itu mengharu biru. Mengapa rasa rindu tak mau menjauh. Dating menggoda baying-bayang kita. Mewujud resah dan angan yang terus berkelana.

Adikku……………

Aku bangga padamu. Aku kagum dan angkat topi padamu. Aku yakin tak semua orang bias sepertimu. Tak setegar dirimu.

Adik, kadang aku mebayangkan diriku pada posisimu sekarang ini. Sebagai anak bungsu yang terbiasa oleh kemanjaan dari orangtua. Apalagi aku tahu kau punya penyakit yang tak perlu aku ungkap disini. Kini kau jauh. Kini kau terdampar dinegeri papua. Dikampung orang. Bila kau rindu kau hanya bias menangis dibalik bantal bisumu. Kala sakitmu kambuh tak ada lagi bunda yang merawat. Kala kau susah hanya bias mengadu pada kebisuan dan kesenyapan. Semuanya serba sendiri. Semuanya serba mandiri. Tak ubahnya seekor anak ayam yang terpisah dnegan induk dan saudaranya. Hanya bias mencicit, berlari kesana kemari. Lalu kelelahan dating mengantarmu keruang lelap berharap sang elang tak dating mencabik.

Adikku………..

Aku tahu. Kau ingin bersembunyi dibalik topeng yang kau cipta. Kau terlihat ceria meski hatimu berkabung duka. Kau terlihat semangat meski jiwamu rapuh dalam rentah. Jiwa ragamu remuk dalam ketakberdayaan. Namun kau tak bias bohong padaku. Pada kakakmu ini. Aku tahu siapa kamu. Aku bias menyelami jiwamu dalam palung yang terdalam. Semua itu kau lakukan agar abah tak resah memikirkanmu, agar bunda tak bunda merindumu, agar kami semua tak resah menanti,u.

Adikku……….

Kau kini telah jauh disana. Kami tak bias bersamamu menemani hari-harimu karena jarak yang membentang. Makassar- papua bukanlah jarak yang dekat bagi kita. Ada selat makassar, ada laut buruh, palung terdalam, laut maluku barulah sampai ke dermaga manokwari. Semuanya memsiah kita. Bila kau rindu bangunlah dalam lelap malammu. Ambillah air wudhu dan basuhkan kewajahmu. Kenakan mukena pemberian bunda dan sajadah shalat pemberian abah. Shalat malamlah adikku. Berdoalah pada tuhan yang selalu setia dalam kesunyian malammu. Tumpahkan kerinduanmu padanya. Berkeluh kesahlah padanya.

Disini, kami merindukanmu adikku. Kami sellau menanti kapan kau kembali bersama kami. Berkumpul seperti dulu meski hanya kesederhanaan bersama kita. Kata orang, meski makan hanya dengan garam semuanya akan terasa nikmat dengan kebersamaan. Kopi pahit tetaplah nikmat meski hanya berteman gula merah. Kebersaman menjadikan manis, pahit, gurih, asin, asam dating menjadi warna pelangi

Datanglah adikku!!!

Datanglah adikku!!!

Datanglah!!!

Disini kami menantimu!!!

No comments: